Friday 28 August 2015

DASAR-DASAR FILSAFAT

 Etimologi Kata/Istilah Filsafat

          Secara etimologis, kata/istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia, “falsafah” dalam bahasa Arab, “phylosophy” dalam bahasa Inggris, “philosophie” dalam bahasa Belanda, dan lain-lain,  berasal dari sebuah kata/istilah dalam bahasa Yunani yakni “philosophia”.

Kata/istilah “philosophia” dalam bahasa Yunani merupakan kata majemuk. Menurut Sidi Gazalba (1977), kata/istilah “philosophia” terbentuk dari gabungan-kata philo atau philos, yang berarti “teman/sahabat”, dan kata sophia yang berarti “pengetahuan yang bijaksana” (wished/wisdom). Sedangkan menurut Harun Nasution (1970), kata/istilah “philosophia” terbentuk dari gabungan-kata “philein” yang berarti “cinta” (love), dan kata “sophos” yang berarti “hikmah” atau “kebijaksanaan” (wisdom).
         
Jadi, secara sempit atau harfiah, filsafat dapat diartikan “teman/sahabat dari pengetahuan yang bijaksana”, atau “cinta akan hikmah atau kebijaksanaan” (love of wisdom). Sementara secara luas, filsafat  dapat diberi arti sebagai hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh, suatu kegandrungan, untuk mengerti secara mendalam atau mencari kebenaran hakiki, kebenaran pertama (first truth), kebenaran asali, akar atau hakekat, tentang sesuatu.
         
Kata atau istilah philosophia, dengan makna-arti sebagaimana yang dikenal sekarang, pertama kali digunakan oleh Socrates (469-399 s.M). Kata atau istilah itu digunakan oleh Socrates  sebagai antitesis terhadap kaum Sofis yang menyebut diri mereka “para bijaksana” (sofos). Dengan menggunakan kata atau istilah philosophia, Socrates bermaksud menyatakan bahwa ia dan penganut-penganutnya bukanlah orang yang sudah bijaksana dan telah mencapai pengetahuan sejati, melainkan sekadar orang yang mencintai kebijaksanaan, mencintai kebenaran, dan berusaha mencari kebijaksanaan atau kebenaran itu (Poedjawijatna, 1987; Endang Saifuddin Anshari, 1990).


 Definisi Filsafat
         
Apakah yang dimaksud dengan filsafat itu ? Berikut ini dikemukakan pendapat beberapa ahli mengenai definisi filsafat.
         
Plato (427–347 s.M) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asali tentang segala yang ada.
         
Aristoteles (384-322 s.M) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menyelidiki sebab dan asas segala benda.
         
Al Farabi (wafat 950 M), filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakekat yang sebenarnya.
         
N. Drijarkara S.J. (1978) mendefinisikan filsafat sebagai pikiran manusia yang radikal, dalam arti mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis.
         
Hasbullah Bakry (1981) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam, sehingga (dengan cara itu) dapat menghasilkan pengetahuan tentang hakekatnya sejauh yang dicapai akal manusia.


 Obyek Filsafat
         
Semua bentuk pengetahuan memiliki obyek (object) atau sasaran kajian. Obyek pengetahuan itu ada 2 macam: [i] obyek material  (material object; obiectum materiale), dan [ii] obyek formal (formal object; obiectum formale).

Obyek material pengetahuan ialah segala sesuatu yang menjadi bahan (materi) yang dikaji, dipelajari dan dikupas oleh pengetahuan. Obyek formal pengetahuan merupakan cara pendekatan terhadap obyek material, yang sedemikian khasnya sehingga menjadi ciri dari suatu pengetahuan tertentu (Verhaak dan Haryono Imam, 1989).

Apa obyek (material dan formal) filsafat ?

Obyek material filsafat adalah “segala yang ingin diketahui manusia” (Kattsoff, 1986).

Secara lebih jelas dan tegas Oemar Amin Hoesin (1961) dan Poedjawijatna (1987) mengemukakan, bahwa obyek material filsafat adalah “sarwa yang ada dan mungkin ada”. “Sarwa yang ada” adalah segala yang ada dalam kenyataan atau dalam pengalaman. “Sarwa yang mungkin ada” ialah segala yang ada dalam pikiran, meskipun tidak ada dalam kenyataan atau dalam pengalaman.

Adapun obyek formal filsafat adalah usaha penyelidikan, pengkajian, terhadap obyek materialnya secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akar-akarnya).

 Tujuan Filsafat

          Filsafat memiliki 2 tujuan pokok, yang satu sama lain saling terkait erat, yaitu :

a.  tercapainya atau diperolehnya kebenaran (aletheia atau truth) yang
·         Asali (Plato)
·         Asasi (Aristoteles)
·         Hakiki ( Al Farabi, Poedjawijatna, dll.)
b.  tercapainya atau diperolehnya kesimpulan-kesimpulan yang universal.

          Tentang 2 tujuan pokok filsafat beserta interrelasi diantara keduanya, Fuad Hassan (1976) memberikan penjelasan sebagai berikut :

          “filsafat ialah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal; radikal dalam arti mulai dari radix-nya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajagan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal”.


Kharakteristik Filsafat

          Sebagaimana telah dikemukakan, filsafat hanyalah satu di antara sejumlah bentuk pengetahuan. Di luar filsafat, ada pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah (ilmu atau ilmu pengetahuan), serta pengetahuan teologis.

          Sebagai suatu pengetahuan, filsafat memiliki sejumlah kharakteristik, ciri khas, yang dengan itu membedakan filsafat dari bentuk-bentuk pengetahuan yang lain. Kharakteristik filsafat dimaksud adalah sebagai berikut :

·         Kritis
·         Bebas
·         Comprehensive
·         Radical
·         Speculative
·         Universal
·         Dis-interestedness
·         Organized Scepticism.


 Fungsi dan Guna Filsafat

          Ilmu memberi deskripsi, eksplanasi dan kontrol. Seni memberi kreativitas, keindahan dan ekspresi.

Lalu, apakah fungsi dan guna filsafat bagi manusia ? Apa yang dapat diberikan filsafat kepada manusia ?

Filsafat, kata Harold H. Titus (1959) memberi manusia “pengertian dan kebijaksanaan” (understanding and wisdom).

Kalau ilmu memberi kepada manusia pengetahuan, maka filsafat, kata Oemar A. Hoesin (1961), memberi kepada manusia: “hikmah”. Dalam konteks ini, filsafat memberi kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang benar, akan kebenaran.


Plato merasakan berfilsafat sebagai nikmat yang luar biasa; demikian luar biasanya sehingga ia menamakannya (filsafat) sebagai “keinginan yang maha berharga”.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment