Etimologi Kata/Istilah
Filsafat
Secara
etimologis, kata/istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia, “falsafah” dalam
bahasa Arab, “phylosophy” dalam bahasa Inggris, “philosophie” dalam bahasa
Belanda, dan lain-lain, berasal dari
sebuah kata/istilah dalam bahasa Yunani yakni “philosophia”.
Kata/istilah “philosophia”
dalam bahasa Yunani merupakan kata majemuk. Menurut Sidi Gazalba (1977),
kata/istilah “philosophia” terbentuk dari gabungan-kata philo atau philos, yang
berarti “teman/sahabat”, dan kata sophia
yang berarti “pengetahuan yang bijaksana” (wished/wisdom).
Sedangkan menurut Harun Nasution (1970), kata/istilah “philosophia” terbentuk
dari gabungan-kata “philein” yang
berarti “cinta” (love), dan kata “sophos” yang berarti “hikmah” atau
“kebijaksanaan” (wisdom).
Jadi, secara sempit
atau harfiah, filsafat dapat diartikan “teman/sahabat dari pengetahuan yang
bijaksana”, atau “cinta akan hikmah atau kebijaksanaan” (love of wisdom). Sementara secara luas, filsafat dapat diberi arti sebagai hasrat atau keinginan
yang sungguh-sungguh, suatu kegandrungan, untuk mengerti secara mendalam atau
mencari kebenaran hakiki, kebenaran pertama (first truth), kebenaran asali, akar atau hakekat, tentang sesuatu.
Kata atau istilah
philosophia, dengan makna-arti sebagaimana yang dikenal sekarang, pertama kali
digunakan oleh Socrates (469-399 s.M). Kata atau istilah itu digunakan oleh
Socrates sebagai antitesis terhadap kaum
Sofis yang menyebut diri mereka “para bijaksana” (sofos). Dengan menggunakan kata atau istilah philosophia, Socrates
bermaksud menyatakan bahwa ia dan penganut-penganutnya bukanlah orang yang
sudah bijaksana dan telah mencapai pengetahuan sejati, melainkan sekadar orang
yang mencintai kebijaksanaan, mencintai kebenaran, dan berusaha mencari
kebijaksanaan atau kebenaran itu (Poedjawijatna, 1987; Endang Saifuddin
Anshari, 1990).
Definisi Filsafat
Apakah yang dimaksud
dengan filsafat itu ? Berikut ini dikemukakan pendapat beberapa ahli mengenai
definisi filsafat.
Plato (427–347 s.M)
mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asali tentang segala yang ada.
Aristoteles (384-322
s.M) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menyelidiki sebab dan asas segala benda.
Al Farabi (wafat 950
M), filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina, mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakekat yang sebenarnya.
N. Drijarkara S.J.
(1978) mendefinisikan filsafat sebagai pikiran manusia yang radikal, dalam arti mencoba memperlihatkan pandangan yang
merupakan akar dari lain-lain
pandangan dan sikap praktis.
Hasbullah Bakry (1981)
mendefinisikan filsafat sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam, sehingga (dengan cara itu)
dapat menghasilkan pengetahuan tentang
hakekatnya sejauh yang dicapai akal manusia.
Obyek Filsafat
Semua bentuk pengetahuan
memiliki obyek (object) atau sasaran
kajian. Obyek pengetahuan itu ada 2 macam: [i] obyek material (material
object; obiectum materiale), dan [ii] obyek formal (formal object; obiectum formale).
Obyek material pengetahuan
ialah segala sesuatu yang menjadi bahan (materi) yang dikaji, dipelajari dan
dikupas oleh pengetahuan. Obyek formal pengetahuan merupakan cara pendekatan
terhadap obyek material, yang sedemikian khasnya sehingga menjadi ciri dari
suatu pengetahuan tertentu (Verhaak dan Haryono Imam, 1989).
Apa obyek (material
dan formal) filsafat ?
Obyek material
filsafat adalah “segala yang ingin
diketahui manusia” (Kattsoff, 1986).
Secara lebih jelas
dan tegas Oemar Amin Hoesin (1961) dan Poedjawijatna (1987) mengemukakan, bahwa
obyek material filsafat adalah “sarwa
yang ada dan mungkin ada”. “Sarwa
yang ada” adalah segala yang ada dalam
kenyataan atau dalam pengalaman. “Sarwa yang mungkin ada” ialah segala yang ada dalam pikiran, meskipun
tidak ada dalam kenyataan atau dalam pengalaman.
Adapun obyek formal
filsafat adalah usaha penyelidikan, pengkajian, terhadap obyek materialnya
secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akar-akarnya).
Tujuan Filsafat
Filsafat
memiliki 2 tujuan pokok, yang satu sama lain saling terkait erat, yaitu :
a. tercapainya atau diperolehnya kebenaran (aletheia atau truth) yang
·
Asali
(Plato)
·
Asasi
(Aristoteles)
·
Hakiki
( Al Farabi, Poedjawijatna, dll.)
b. tercapainya atau diperolehnya kesimpulan-kesimpulan
yang universal.
Tentang
2 tujuan pokok filsafat beserta interrelasi diantara keduanya, Fuad Hassan
(1976) memberikan penjelasan sebagai berikut :
“filsafat
ialah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal; radikal dalam arti mulai dari
radix-nya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan
dengan jalan penjajagan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal”.
Kharakteristik
Filsafat
Sebagaimana
telah dikemukakan, filsafat hanyalah satu di antara sejumlah bentuk
pengetahuan. Di luar filsafat, ada pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah (ilmu
atau ilmu pengetahuan), serta pengetahuan teologis.
Sebagai
suatu pengetahuan, filsafat memiliki sejumlah kharakteristik, ciri khas, yang
dengan itu membedakan filsafat dari bentuk-bentuk pengetahuan yang lain.
Kharakteristik filsafat dimaksud adalah sebagai berikut :
·
Kritis
·
Bebas
·
Comprehensive
·
Radical
·
Speculative
·
Universal
·
Dis-interestedness
·
Organized Scepticism.
Fungsi dan Guna Filsafat
Ilmu
memberi deskripsi, eksplanasi dan kontrol. Seni memberi kreativitas, keindahan
dan ekspresi.
Lalu, apakah fungsi
dan guna filsafat bagi manusia ? Apa yang dapat diberikan filsafat kepada
manusia ?
Filsafat, kata
Harold H. Titus (1959) memberi manusia “pengertian dan kebijaksanaan” (understanding and wisdom).
Kalau ilmu memberi
kepada manusia pengetahuan, maka filsafat, kata Oemar A. Hoesin (1961), memberi
kepada manusia: “hikmah”. Dalam konteks ini, filsafat memberi kepuasan kepada
keinginan manusia akan pengetahuan yang benar, akan kebenaran.
Plato merasakan
berfilsafat sebagai nikmat yang luar biasa; demikian luar biasanya sehingga ia
menamakannya (filsafat) sebagai “keinginan yang maha berharga”.