Friday 28 August 2015

KEPUTUSAN

Ø URAIAN MATERI DAN CONTOH

Di antara kegiatan-kegiatan akal pikiran (intelek) manusia, keputusan merupakan kegiatan yang terpenting. Sebab, didalam keputusanlah, akal-pikiran manusia mencapai kesempurnaan pengetahuan. Kalau di dalam konsep hanya sekedar bersangkut-paut dengan persoalan menangkap benda atau obyek, maka di dalam keputusan ditegaskan pernyataan (statement) tentang keberad­aan benda-banda atau obyek tersebut.

Contoh perbedaan konsep dan keputusan adalah sebagai berikut :
Pohon                                              (Konsep)
Itu pohon nyiur                                 (Keputusan)

Keputusan lazim pula disebut “proposisi”. Kata atau istilah proposisi berasal dari kata “propositio” dalam bahasa Latin, yang artinya: suatu pernyataan yang menolak  atau membenarkan suatu perkara. Itulah sebabnya Hasbullah Bakry (1981) mendefinisikan keputusan sebagai pernyataan yang diucapkan atau dituliskan  dalam susunan kata-kata yang teratur, yakni dalam susunan kalimat  yang lengkap dengan subyek dan predikatnya, baik yang bersifat membenarkan ataupun yang bersifat mengingkari, menolak, atau meniadakan.  Sedangkan menurut Sofian Effendi, proposisi (keputusan) ialah pernyataan tentang sifat dari realitas (objek), yang Iazimnya berupa hubungan antara dua konsep atau lebih.

A. Klasifikasi Keputusan

Dalam logika   dikenal adanya bermacam-macam keputusan. Masing-masing keputusan itu dapat dibedakan atas dasar klasifikasi sebagai berikut:
1.    Klasifikasi Keputusan atas dasar Bahannya
Diklasifikasikan atas dasar bahannya, maka keputusan, dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (i) Keputusan Analitik dan (ii) Keputusan Sintetik.
Keputusan analitik ialah keputusan yang predikatnya merupakan keharusan bagi subyeknya.
Contoh : Nana (S) adalah manusia (P).
Keputusan sintetik ialah keputusan yang predikatnya bukan merupakan keharusan bagi subyek.
Contoh : Nana (S) gemuk (P).
Dalam contoh ini, predikat (“gemuk”) bukan merupakan keharusan bagi subyek (“Nana”); artinya: Nana boleh gemuk, boleh juga kurus.

2.   Klasifikasi atas dasar Kuantitasnya
Diklasifikasikan atas dasar kuantitasnya, maka Keputu­san dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : (i) Keputusan Universal, (ii) Keputusan Partikular dan (iii) Keputusan Singular.
Keputusan universal ialah keputusan yang mencakup semua lingkungan subyek.
Contoh : Semua manusia akan mati.
Lazimnya, kalimat-kalimat  keputusan universal dinyatakan dengan kata-kata: “semua”, “segala”, “seluruh”.
Keputusan partikular ialah keputusan yang mencakup sebagian lingkungan subyek.
Contoh: Beberapa mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember berasal dari luar kota Jember.
Keputusan singular ialah keputusan yang subyeknya hanya mengenai satu orang atau satu benda.
Contoh:  Nana adalah mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember.

3.   Klasifikasi atas dasar Kualitasnya
Diklasifikasikan atas dasar kualitasnya, keputusan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (i) Keputusan Affirma­tif dan (ii) Keputusan Negatif.
Keputusan affirmatif ialah keputusan yang bersifat menetapkan atau mengakui.
Contoh :
·         Itu pohon nyiur
·         Sebagian besar mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember ber­prestasi  akademik baik.

4.   Klasifikasi atas dasar Hubungan dalam Kalimat Keputusan
Diklasifikasi atas dasar hubungan dalam kalimat keputusan, keputusan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) Keputusan Ketegoris dan (ii) Keputusan Hipotetis.

a.   Keputusan Kategoris (Categorical)
Keputusan kategoris ialah keputusan yang menerangkan identitas atau kebedaan dua konsep.
Dalam keputusan kategotis terkandung tiga buah unsur, yaitu: (a)  Subyek = hal yang diterangkan, (b) Predikat = hal yang menerangkan, dan (c) hal yang megungkapkan hubungan antara subyek dan predikat. Unsur pertama (a) dan kedua (b) disebut “materi keputusan”;  unsur yang ketiga, disebut “pemberi bentuk” (dalam bahasa asing disebut “copula”  yang artinya: hal yang menghubungkan).

Keputusan kategoris dapat dibedakan lagi menjadi empat macarn yaitu sebagai berikut:

(1)  Keputusan Bersahaja
Adalah keputusan yang subyek dan predikatnya berupa istilah-istilah (terms) bersahaja, atau subyek dan predikatnya masing-masing hanya terdiri dari satu kata.
Contoh: Nana adalah anakku.

(2)  Keputusan Kompleks
Ialah keputusan yang subyek dan predikatnya atau kedua-duanya berupa istilah-istilah kompleks.


Keputusan kompleks lebih lanjut dapat dibedakan lagi menjadi dua macam keputusan, yaitu:

(a)  Keputusan Restriktif
Ialah keputusan yang subyeknya berupa istilah-istilah umum tetapi terbatas pada bagian tertentu dari lingkungannya (ekstensinya). Contoh: Buku yang saya berikan kepadamu adalah kumpulan
              sajak.

(b)  Keputusan Eksplikatif
Ialah keputusan yang subyeknya berupa sebuah istilah umum dan ditegaskan dengan penjelasan.
Contoh: Manusia makhluk fana, tidak akan luput dari  kekhilafan.

(3) Keputusan Majemuk
Ialah keputusan yang memuat berbagai subyek atau berbagai predikat.
Keputusan majemuk dapat dibedakan lagi menjadi lima macam keputusan, yaitu:

(a) Keputusan Kopulatif
Ialah keputusan yang didalamnya terdapat sejumlah subyek dan predikat yang dihubungkan oleh kata-kata: “dan”, “baik”, atau “tidak”.
Contoh :
·         Joko dan Yuli pergi;
·         Baik Joko dan Yuli bukanlah Sarjana Pendidikan.

(b) Keputusan Adsertif
Ialah keputusan yang sejumlah subyek atau predikatnya dihubungkan oleh kata “tetapi”.
Contoh:  Si A adalah seorang politikus yang ulung, tetapi ia bukan negarawan.

(c) Keputusan Eksklusif
Ialah keputusan yang subyek atau predikatnya diterangkan oleh kata “hanya”, “saja” , dan lain-lain.
Contoh: MPR sajalah yang berhak mengubah haluan negara.

(d) Keputusan Ekseptif
Ialah keputusan yang subyeknya diterangkan oleh kata “kecuali”, “dengan perkecualian”, dan lain-lain.
Contoh : Semua hewan kecuali manusia adalah irasional.

(e) Keputusan Komperatif
Ialah keputusan yang predikatnya dibenarkan dan/atau disangkal, terdapat dalam :
a.    Satu subyek dalam taraf yang lebih besar atau lebih kecil dari lainnya.
Contoh : Plato lebih bijaksana daripada Alcibiades.
b.    Kedua subyek dalam taraf yang sama.
Contoh : Plato sama bijaksananya dengan Socrates.

(4) Keputusan Modal
Ialah keputusan yang dengan jelsa mengungkapkan macam identitas atau kebendaan yang terdapat antara subyek dan predikat.
Terdapat empat macam modalitas untuk dapat mengungkapkan identitas kebendaan yang terdapat antara subjek dan predikat, yaitu :
(a) Modalitas Niscaya
     Contoh : Tuhan niscaya adil.
(b) Modalitas Tidak Tentu
     Contoh :  Adanya manusia tidak tentu (artinya: adanya manusia  tidak harus).
(c) Modalitas Mungkin
     Contoh : Mungkin juga ia akan gugur dalam ujian kali ini.
(d) Modalitas Tidak Mungkin
     Contoh : Tidak mungkin air mengalir kepuncak gunung.

b.   Keputusan Hipotetis  (Hypothetical)
Keputusan hipotetis ialah keputusan yang antara bagian-bagian dalam kalimat suatu keputusan terdapat hubungan tergantung (depensi), berlawanan (oposisi), kesamaan dan lain-lain.

Keputusan hipotetis dapat dibedakan lagi menjadi empat macam keputusan, yaitu :

(1) Keputusan Kondisional
Ialah keputusan yang dua bagian dalam kalimat keputusan itu dihubungkan oleh kata “jika”, “apabila”, “jika tidak” dan lain-lain.
Contoh : Jika suhu badannya tidak turun, ia akan mati.
Bagian dalam kalimat keputusan yang diawali dengan kata “jika” disebut antecedent, sedang bagian lainnya disebut consequent. Itulah sebabnya keputusan kondisional dapat pula diartikan sebagai keputusan yang menerangkan ketegantungan (dependensi) consequent pada antecedent.

(2) Keputusan Disjungtif
Ialah keputusan yang subjek dan predikatnya terdiri dari bagian-bagian yang saling menyisihkan atau meniadakan oleh karena tidak mungkin sama-sama benar atau sama-sama palsu pada saat yang bersamaan. Perhatikan contoh di bawah ini :
·         Saya atau saudara yang salah;
·         Dunia tidak bergerak atau bergerak.

(3) Keputusan Konjuntif
Ialah keputusan yang menyangkal bahwa dua prediksi secara bersamaan dapat benar diterapkan/ dipasangkan pada satu subbjek dalam waktu bersamaan.
Contoh : Anda tidak dapat menjadi pemain dan penonton sekaligus.



(4) Keputusan Relatif
Ialah keputusan yang dua bagian dalam kalimat keputusan itu dihubungkan oleh kata-kata: “dimana…, disitu”, “sebagaimana…, demikian”, dan lain-lain.
Contoh :
·         Dimana hartamu, disitu pulalah hatimu (jiwamu);
·         Sebagaimana hidup kita, demikian juga nanti meninggal kita.

Dari sekian banyak macam atau jenis keputusan, ada semacam kelaziman dalam logika bahwa orang lebih mementingkan klasifikasi keputusan atas dasar kuantitas dan kualitasnya. Jika klasifikasi keputusan atas dasar kuantitas dan kualitas tersebut digabungkan atau dicampurkan (dengan catatan keputusan singular dianggap sama atau disatukan dengan keputusan partikular) maka akan muncul empat macam keputusan baru, yaitu :
1.    Keputusan Universal Affirmatif (disingkat dengan kode A, yaitu diambil dar huruf pertama kata latin: Affirmo).
Contoh : Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin.
2.    Keputusan Universal Negatif (disingkat dengan kode E, yakni diambil dari huruf kedua kata latin: nEgo).
Contoh : Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin.
3.    Keputusan Partikular Affirmatif (disingkat dengan kode I, yakni diambil dari huruf ke empat kata latin: AffIrmo).
Contoh : Beberapa mahsiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin.
4.    Keputusan Partikular Negatif (disingkat dengan kode O, yakni diambil dari huruf ke empat kata latin: negO).
Contoh : Beberapa mahsiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin.

B. Pertentangan-Pertentangan dalam Keputusan

Pertentangan (opposition) dalam keputusan terjadi apabila ada dua keputusan menerangkan isi yang tidak sama oleh karena adanya perbedaan diantara dua keputusan itu dalam hal kuantitasnya saja, atau dalam kuantitas dan kualitasnya secara keseluruhan.
            Pertentangan dalam keputusan ada empat macam, yaitu: (i) Kontradiktoris (Contradiction), (ii) Kontrair atau Kontraris, (iii) Subkontrair atau Subkontraris, dan (iv) Subalternasi (Subalternation).

1.   Pertentangan Kontradiktoris
Ialah pertentangan antara dua keputusan yang berbeda baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas. Pertentangan kontradiktoris ini terjadi:
(a) antara A dan O, serta
(b) antara E dan I.

Contoh pertentangan antara A dan O :
·         Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin  (A)
·         Sebagian mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin  (O)

Contoh pertentangan antara E dan I :
·         Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin  (E)
·         Sebagian mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin  (I)

Hukum pertentangan kontradiktoris :
(a)  Jika yang satu benar, maka yang lainnya harus salah (palsu);
(b)  Tidak mungkin keduanya salah (palsu);
(c)  Tidak mungkin keduanya benar.

2.   Pertentangan Kontrair atau Kontraris
Ialah pertentangan antara dua keputusan universal yang berbeda dalam kualitas. Pertentangan semacam ini terjadi antara A dan E.
Contoh :
·         Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin  (A)
·         Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin  (E)

Hukum pertentangan Kontrair atau Kontraris :
(a)  Jika yang satu benar, maka yang lainnya harus salah;
(b)  Jika yang satu salah, maka yang lainnya mungkin salah atau mungkin benar;
(c)  Keduanya tidak mungkin sama-sama benar, tetapi mungkin sama-sama salah.

3.   Pertentangan Subkontrair atau Subkontraris
Ialah pertentangan antara dua keputusan partikular yang berbeda dalam kualitas. Pertentangan semacam ini terjadi antara I dan O.
Contoh :
·         Sebagian mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin  (I)
·         Sebagian mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin  (O)

Hukum pertentangan Subkontrair atau Subkontraris :
(a)  Jika yang satu benar, maka yang satu tentu salah;
(b)  Tidak mungkin keduanya sama-sama salah;
(c)  Jika yang satu benar, maka yang lainnya mungkin salah atau mungkin benar (ada kemungkinan keduanya sama-sama benar).

4.   Pertentangan Subalternasi
Ialah pertentangan antara dua kepurtusan yang berbeda hanya dalam kuantitas. Pertentangan semacam ini terjadi : (a) antara A dan I, serta (b) antara E dan O.

Contoh pertentangan antara A dan I :
·         Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin  (A)
·         Beberapa mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin  (I)

Contoh Pertentangan antara E dan O :
·         Semua mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin  (E)
·         Sebagian mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin  (O)
     
Hukum pertentangan Subalternasi :
(a)  Mungkin keduanya sama-sama sala;.
(b)  Mungkin keduanya sama-sama benar;
(c)  Mungkin yang satu benar, yang lainnya salah;
(d)  Jadi, tidak ada keharusan salah atau benar.

Jika keempat macam pertentangan dalam keputusan tersebut diatas disimpulkan dalam bentuk gambar, maka akan membentuk apa yang disebut “Persegi Oposisi”.


C. Kebenaran dalam keputusan

Kebenaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (i) Kebenaran Ontologis dan (ii) Kebenaran Logis.
Kebenaran ontologis adalah kesesuaian suatu obyek (realitas) dalam akal pikiran. Atau, dengan kata lain, suatu obyek (realitas) dikatakan benar secara ontologis apabila obyek (realitas) tersebut sesuai dengan ide asli, pengertian asli, atau konsep asli dari obyek (realitas) itu sendiri yang terdapat dalam akal pikiran. Misalnya, orang berkata : “Emas imitasi”; perkataan tersebut mengandung pengertian bahwa ide asli, pengertian asli atau konsep asli “emas” (yang terdapat dalam akal pikran) tidak terwujud atau tidak terealisasi pada benda (obyek) yang dikatakan “emas imitasi” tadi. Demikian juga bila orang berkata “uang palsu”, “gigi palsu” dan lain-lain. Kebalikan dari kebenaran ontologis disebut “kepalsuan”.

Kebenaran logis ialah kesuaian akal pikiran pada obyek (realitas)-nya; atau, akal pikiran (pengetahuan atau keputusan) yang sesuai dengan obyek (realitas). Menurut W. Poespoprodjo (1985), kebenaran logis ini hanya terdapat dalam keputusan. Misalnya, aku berkata : ”Berlian ini adalah asli”; perkataanku atau keputusanku tersebut dapat dipandang sebagai kebenaran logis apabila ia (perkataan atau keputusanku tadi) memang sesuai atau cocok dengan realitas obyek yang dituju (yaitu: berlian). Kebalikan dari kebenaran logis disebut “kesalahan” (false).

Diluar kebenaran ontologis dan kebenaran logis, dikenal pula apa yang disebut sebagai “kebenaran moral”. Yang dimaksud dengan kebenaran moral disini ialah kesesuaian ucapan seseorang dengan pikirannya. Kebalikan dari kebenaran moral disebut “kebohongan” (fallacy).

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment