Friday 28 August 2015

KONSEP-KONSEP DASAR LOGIKA

Ø URAIAN MATERI DAN CONTOH

A. Definisi dan Hakekat Logika

            Secara etimologis, kata/istilah logika berasal dari kata/istilah “logos” dalam bahasa Yunani yang artinya: “kata atau pikiran yang benar”.

            Mengenai definisinya, terdapat banyak sekali pendapat. Berikut ini disajikan pendapat beberapa ahli tentang definisi logika.

            Menurut Harold H. Titus (1984) logika adalah ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab mengenai kesimpulan. Sementara menurut Louis Kattsoff (1986), logika adalah suatu ilmu tentang penarikan kesimpulan yang benar.

         Hasbullah Bakry (1981) mendefinisikan logika sebagai berikut :
·lmu pengetahuan yang mengatur penitian hukum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran;
· ilmu pengetahuan yang mempelajari aturan-aturan dan cara-cara berpikir yang dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran;
· ilmu pengetahuan yang mempelajari pekerjaan akal dipandang dari jurusan benar atau salahLalu, apakah hakekat logika itu ?

Logika ialah ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari teknik-teknik atau cara-cara memperoleh kesimpulan (Kaelan, 2008). Substansi dari logika adalah soal  “pemikiran”, “penyimpulan”, atau “inferensi” (dalam bahasa Inggris disebut “inference”) (Poespoprodjo, 1985).

B. Kedudukan Logika dalam Sistematik Filsafat
           
Filsafat timbul karena adanya persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Persoalan-persoalan tersebut kemudian diupayakan pemecahannya oleh para filsuf. Oleh karena pemikiran dan problema yang dihadapi oleh manusia terus berkembang dari waktu ke waktu, maka muncullah berbagai cabang atau bagian filsafat.

Cabang-cabang filsafat yang pokok ada 6 (enam) yaitu :
1.    Metafisika (berkaitan dengan persoalan tentang hakekat yang ada/segala sesuatu yang ada);
2.    Epistemologi (berkaitan dengan persoalan hakekat pengetahuan);
3.    Metodologi (berkaitan dengan persoalan hakekat metode ilmiah);
4.    Logika;
5.    Etika (berkaitan dengan persoalan moralitas);
6.    Estetika (berkaitan dengan persoalan keindahan (Kaelan, 2008).         

C. Klasifikasi Logika

            Logika dapat diklasifikasi (dikelompokkan) berdasarkan beberapa aspek atau sudut pandang. Diantaranya ialah berdasarkan: (i) sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, dan (ii) sejarah perkembangan.

1. Klasifikasi Logika Berdasarkan Sumber
                        Dilihat berdasarkan sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, logika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) Logika Naturalis, dan (ii) Logika Artifisialis.

            Logika naturalis, atau ada juga yang menyebut Logika Alamiah, ialah logika atau berpikir berdasar kodrat dan fitrah manusia sebagai homo sapiens.. Sebagai homo sapiens, manusia dapat berpikir. Dengan kata lain,  sekalipun belum mengenal dan mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, manusia diyakini telah dapat berpikir secara teratur berdasarkan akal sehat yang dimilikinya.

Berpikir berdasarkan akal sehat an sich semacam itu memang  dapat membantu manusia terutama dalam soal-soal keseharian yang bersifat sederhana. Misalnya: berpikir bahwa antara matahari dan manusia adalah berbeda; laki-laki dan perempuan adalah berbeda, dan lain-lain. Tetapi bila kemudian manusia dihadapkan pada masalah-masalah yang sulit dan kompleks, maka logika alamiah dengan hukum-hukum akal sehatnya itu menjadi tidak dapat diandalkan lagi.

            Logika artifisialis (ada juga yang menyebut Logika Ilmiah atau Logika Sientifika) adalah logika hasil perumusan ilmiah, atau logika sebagai ilmu pengetahuan. Logika artifisialis ini muncul dan berkembang oleh karena adanya tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat menjawab persoalan-persoalan yang rumit dan kompleks. Misalnya: ada dua berita/informasi yang substansinya satu sama lain sebenarnya bertentangan secara mutlak akan tetapi keduanya menganggap sama-sama benar. Mungkinkan dua berita/informasi yang secara substantif bertentangan itu benar semua ?

            Berbeda halnya dengan logika naturalis/alamiah yang didapat manusia secara kodrati, logika artifisialis/ilmiah ini justru harus diperoleh dengan jalan mempelajari dan menguasai hukum-hukum berpikir sebagai mestinya, kemudian dengan menerapkan hukum-hukum berpikir tersebut secara terus-menerus agar setiap bentuk kekeliruan dalam berpikir dapat dihindari.

Logika artifisialis lebih lanjut dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu: (i) Logika Material dan (ii) Logika Formal.

            Logika material (disebut juga Logika Mayor) adalah logika yang mempelajari sumber dan asalnya pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, serta metode-metode perolehan pengetahuan. Logika Material ini merupakan sumber dan basis bagi tumbuhnya cabang filsafat yang dinamakan Epistemologi.

Logika formal (disebut juga Logika Minor) ialah logika yang mempelajari asas-asas, aturan-aturan atau hukum-hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika formal inilah yang merupakan fokus dan substansi dari cabang filsafat yang dinamakan Logika.

2. Klasifikasi Logika Berdasarkan Sejarah Perkembangannya
                        Dilihat berdasarkan sejarah perkembangannya, logika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) Logika Klasik, dan (ii) Logika Moderen.

            Logika klasik merupakan jenis logika yang dulu diciptakan oleh Aristoteles (384-322 SM), salah seorang filsuf besar yang hidup di jaman Yunani Kuna. Dia adalah orang pertama yang melakukan pemikiran sistematis tentang logika. Karena alasan itulah, logika ciptaannya itu disebut juga “logika Aristoteles” atau “logika tradisional”.

            Aristoteles sendiri sebenarnya tidak pernah menggunakan istilah logika, melainkan istilah “analitika” dan “dialektika”. “Analitika” diartikan sebagai penyelidikan terhadap argumen-argumen yang bertolak dari keputusan-keputusan yang benar; sedangkan “dialektika” dimaksudkan sebagai penyelidikan terhadap argumen-argumen yang bertolak dari keputusan-keputusan yang masih diragukan kebenarannya.

            Bagi Aristoteles, logika bukanlah suatu ilmu diantara ilmu-ilmu lain. Hal ini tampak jelas dalam “Organon” – yang berarti “alat” – yaitu judul yang ia berikan kepada kumpulan karangannya tentang logika. Menurutnya, logika hanyalah alat untuk mempraktekkan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, baginya, logika adalah persiapan yang mendahului ilmu-ilmu.

            Baru kemudian pada permulaan abad III M., Alexander Aphrodisias mulai menggunakan istilah logika dengan arti seperti yang dikenal sekarang (Bertens, 1979).

            Sampai pertengahan abad XIX M., pembicaraan mengenai logika tetap tidak bergeser dari apa yang sudah ditetapkan Aristoteles dalam logika klasik dan tidak mengalami perubahan sedikitpun.

            Suatu perkembangan baru dalam logika mulai tampak ketika beberapa ahli matematika Inggris, seperti A. De Morgan (1806-1871) dan George Boole (1815-1864), mencoba menerapkan prinsip matematika ke dalam logika klasik. Dengan menggunakan lambang-lambang non-bahasa atau lambang-lambang matematis, mereka berhasil merintis lahirnya suatu jenis logika lain, yakni logika moderen, yang disebut juga “logika simbolis” atau “logika matematis”. Sejak pertengahan abad XIX M., logika moderen ini secara tegas dibedakan dari logika klasik.


Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment