Friday 28 August 2015

PROSEDUR DAN TEKNIK PENELITIAN DAN PENULISAN SEJARAH LOKAL

Penelitian dan penulisan sejarah, apakah itu sejarah nasional atau sejarah lokal, tentu saja terutama menyangkut masalah prosedur kerja yang harus diikuti sejarawan atas dasar prinsip-prinsip dari metodologi ilmu sejarah.

            Sebagaimana halnya prosedur kerja dalam penyusunan sejarah pada umumnya, maka kajian sejarah lokal juga perlu memperhatikan empat langkah utama dalam kegiatannya. Keempat langkah itu, pertama berupa usaha mengumpulkan jejak atau sumber sejarah, kemudian yang kedua adalah usaha untuk menyeleksi atau menyaring jejak atau sumber, selanjutnya menyusul langkah ketiga berupa usaha menginterpretasikan hubungan fakta satu dengan fakta lainnya yang mewujudkan peristiwa tertentu, dan akhirnya langkah yang keempat adalah penulisan sejarah (Widja, 1991: 20).

Prosedur itulah yang disebut metode sejarah. Sesuai dengan langkah-langkah yang diambil dalam keseluruhan  prosedur, metode  sejarah  biasanya dibagi atas 4 (empat) kelompok kegiatan, yakni (1) Heuristik, kegiatan menghimpun sumber-sumber sejarah; (2) Kritik (verifikasi), meneliti apakah sumber-sumber itu sejati, baik bentuk maupun isinya; (3) Interpretasi, menetapkan makna dan saling hubungan dari fakta-fakta yang telah diverifikasi; (4) Historiografi, penyajian hasil sintesis yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah. Keempat langkah metode penelitian dan penulisan sejarah tersebut melalui uji dan analisis yang ketat dan kritis. Itulah sebabnya maka metode sejarah tersebut secara lebih lengkap dinamakan sebagai metode sejarah kritis.

            Usaha untuk menelusuri jejak-jejak sejarah sebagai langkah pertama sering disebut sebagai kegiatan heuristik, berasal dari bahasa Yunani Heuriskein, artinya menemukan serta mengumpulkan jejak-jejak dari peristiwa sejarah yang sebenarnya mencerminkan berbagai aspek aktifitas manusia di waktu lampau. Aktifitas manusia di masa lampau sangatlah bervariasi, untuk itu sejarawan dianjurkan selektif dalam mengumpulkan jejak-jejak sejarah tersebut. Ada dua macam klasifikasi jejak sejarah, yang pertama adalah klasifikasi berdasarkan tujuan. Terbagi menjadi ”jejak yang ditinggalkan tidak dengan sengaja” seperti misalnya alat-alat rumah tangga pada masa prasejarah (artefak), yang kedua adalah ”jejak yang sengaja ditinggalkan” seperti misalnya surat wasiat, dokumen, daftar silsilah keluarga dan prasasti.

            Pengklasifikasian yang kedua adalah pembagian jejak sejarah ”historis” dan ”nonhistoris”. Jejak historis terbagi menjadi lima yaitu (1) lembaga-lembaga masyarakat, adat dan kepercayaan; (2) jejak material, yaitu alat-alat rumah tangga; (3) sumber tertulis, yaitu surat, buku harian dan catatan; (4) jejak material representasional, yaitu potret atau lukisan; (5) jejak lisan, yaitu kesaksian atau kisah pengalaman.

   Langkah yang kedua yaitu proses penyaringan sumber atau biasa dikenal sebagai langkah kritik, yaitu metode sejarah yang berfungsi untuk mengkaji keabsahan atau otentitas dan kredibilitas data. Data yang dimaksud adalah data yang informasinya layak untuk diambil dan kemudian digunakan dalam penelitian ini. Kritik data dilakukan dalam dua tahapan yaitu (1) Kritik Ekstern, untuk meneliti keabsahan atau otentitas data. Pada langkah ini penulis mengkaji keaslian data. Pengkajian tersebut seperti misalnya dari mana sumber tertulis, lisan dan benda itu diperoleh. Apakah data-data tertulis itu benar-benar data asli, serta bagaimakah tingkat kejujuran sumber lisan yang diwawancara tersebut; (2) Kritik Intern, untuk meneliti kebenaran isi data. Setelah data-data tersebut dikaji otentitasnya (kritik ekstern), maka kemudian penulis mengkaji kebenaran isi data atau kredibilitas data. Pada langkah ini penulis mengkaji kevalidan isi data.

Dalam melakukan seleksi intern tersebut, penulis membandingkan isi data dengan informasi dari sumber-sumber yang ada. Keseluruhan data yang didapat tersebut haruslah menunjukkan kesinambungan atau hubungan yang rasional, artinya ada kecocokan antara isi data dan kondisi masyarakat saat ini. Jika dalam seleksi itu terdapat kejangggalan atau hal-hal yang tidak rasional, maka penulis tidak perlu mengambil data tersebut sebagai sumber informasi.

Langkah berikutnya adalah Interpretasi, yaitu untuk menganalisis atau menarik fakta-fakta yang ada dalam informasi dan data-data yang telah dikritik. Notosusanto menyebutkan bahwa interpretasi adalah upaya menetapkan makna dan saling hubungan antara fakta-fakta yang telah berhasil dihimpun (1971:17). Jadi dalam langkah interpretasi ini peneliti menghubungkan fakta-fakta yang ada menjadi suatu rangkaian yang rasional dan merupakan satu kesatuan proses atau peristiwa. Hal yang tidak boleh penulis lupakan adalah pendekatan atau cara pandang yang digunakan dalam mengkaji permasalahan.


Setelah merangkai fakta, kemudian mulailah dilakukan penulisan hasil penelitian atau penyusunan laporan penelitian ini (Historiografi). Berdasarkan uraian sebelumnya, maka historiografi merupakan penyampaian dari hasil interpretasi, kritik dan heuristik terhadap fakta-fakta yang telah disusun. Mengingat penting dan cermatnya metodologi penelitian dan penulisan sejarah yang harus dilakukan, maka peneliti kajian harus benar-benar memiliki pegangan atau prinsip agar apa yang dijalankan tetap konsisten. Oleh sebab itu beberapa  prinsip  penelitian serta penulisan sejarah (Sartono Kartodirdjo, 1992) perlu mendapatkan perhatian para sejarawan peneliti. Ialah (1) Ketuntasan dalam pengumpulan bahan dan pembahasan permasalahan; (2) Keuletan dalam menjelajahi bidang permasalahannya, pemikiran, serta perumusannya; (3) Pemikiran yang canggih, analitis, dan kritis; (4) Ketekunan, ketabahan, disiplin kerja serta disiplin berefikir; (5) Ketelitian dan kecermatan dalam teknik penulisan; (6) Untuk  penulisan textbook diperlukan prinsip-prinsip didaktik.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment