Penelitian dan penulisan
sejarah, apakah itu sejarah nasional atau sejarah lokal, tentu saja terutama
menyangkut masalah prosedur kerja yang harus diikuti sejarawan atas dasar
prinsip-prinsip dari metodologi ilmu sejarah.
Sebagaimana halnya prosedur kerja
dalam penyusunan sejarah pada umumnya, maka kajian sejarah lokal juga perlu
memperhatikan empat langkah utama dalam kegiatannya. Keempat langkah itu,
pertama berupa usaha mengumpulkan jejak atau sumber sejarah, kemudian yang
kedua adalah usaha untuk menyeleksi atau menyaring jejak atau sumber,
selanjutnya menyusul langkah ketiga berupa usaha menginterpretasikan hubungan
fakta satu dengan fakta lainnya yang mewujudkan peristiwa tertentu, dan
akhirnya langkah yang keempat adalah penulisan sejarah (Widja, 1991: 20).
Prosedur itulah yang disebut metode sejarah. Sesuai dengan langkah-langkah yang
diambil dalam keseluruhan prosedur,
metode sejarah biasanya dibagi atas 4 (empat) kelompok
kegiatan, yakni (1) Heuristik,
kegiatan menghimpun sumber-sumber sejarah; (2) Kritik (verifikasi), meneliti apakah sumber-sumber itu sejati, baik
bentuk maupun isinya; (3) Interpretasi, menetapkan makna dan saling
hubungan dari fakta-fakta yang telah diverifikasi; (4) Historiografi, penyajian hasil sintesis yang diperoleh dalam bentuk kisah
sejarah. Keempat langkah metode penelitian dan penulisan sejarah
tersebut melalui uji dan analisis yang ketat dan kritis. Itulah sebabnya maka
metode sejarah tersebut secara lebih lengkap dinamakan sebagai metode sejarah
kritis.
Usaha untuk menelusuri jejak-jejak sejarah sebagai
langkah pertama sering disebut sebagai kegiatan heuristik, berasal dari bahasa
Yunani Heuriskein, artinya menemukan serta
mengumpulkan jejak-jejak dari peristiwa sejarah yang sebenarnya mencerminkan
berbagai aspek aktifitas manusia di waktu lampau. Aktifitas manusia di masa
lampau sangatlah bervariasi, untuk itu sejarawan dianjurkan selektif dalam
mengumpulkan jejak-jejak sejarah tersebut. Ada dua macam klasifikasi jejak
sejarah, yang pertama adalah klasifikasi berdasarkan tujuan. Terbagi menjadi
”jejak yang ditinggalkan tidak dengan sengaja” seperti misalnya alat-alat rumah
tangga pada masa prasejarah (artefak), yang kedua adalah ”jejak yang sengaja
ditinggalkan” seperti misalnya surat wasiat, dokumen, daftar silsilah keluarga
dan prasasti.
Pengklasifikasian yang kedua adalah pembagian jejak
sejarah ”historis” dan ”nonhistoris”. Jejak historis terbagi menjadi lima yaitu
(1) lembaga-lembaga masyarakat, adat dan kepercayaan; (2) jejak material, yaitu
alat-alat rumah tangga; (3) sumber tertulis, yaitu surat, buku harian dan
catatan; (4) jejak material representasional, yaitu potret atau lukisan; (5)
jejak lisan, yaitu kesaksian atau kisah pengalaman.
Langkah yang kedua yaitu proses penyaringan sumber atau biasa
dikenal sebagai langkah kritik, yaitu metode sejarah yang
berfungsi untuk mengkaji keabsahan atau otentitas dan kredibilitas data. Data
yang dimaksud adalah data yang informasinya layak untuk diambil dan kemudian
digunakan dalam penelitian ini. Kritik data dilakukan dalam dua tahapan yaitu
(1) Kritik Ekstern, untuk meneliti keabsahan atau otentitas data. Pada langkah
ini penulis mengkaji keaslian data. Pengkajian tersebut seperti misalnya dari
mana sumber tertulis, lisan dan benda itu diperoleh. Apakah data-data tertulis
itu benar-benar data asli, serta bagaimakah tingkat kejujuran sumber lisan yang
diwawancara tersebut; (2) Kritik Intern, untuk meneliti kebenaran isi data.
Setelah data-data tersebut dikaji otentitasnya (kritik ekstern), maka kemudian
penulis mengkaji kebenaran isi data atau kredibilitas data. Pada langkah ini
penulis mengkaji kevalidan isi data.
Dalam melakukan
seleksi intern tersebut, penulis membandingkan isi data dengan informasi dari
sumber-sumber yang ada. Keseluruhan data yang didapat tersebut haruslah
menunjukkan kesinambungan atau hubungan yang rasional, artinya ada kecocokan
antara isi data dan kondisi masyarakat saat ini. Jika dalam seleksi itu
terdapat kejangggalan atau hal-hal yang tidak rasional, maka penulis tidak
perlu mengambil data tersebut sebagai sumber informasi.
Langkah berikutnya
adalah Interpretasi, yaitu untuk menganalisis atau menarik fakta-fakta yang ada
dalam informasi dan data-data yang telah dikritik. Notosusanto menyebutkan
bahwa interpretasi adalah upaya menetapkan makna dan saling hubungan antara
fakta-fakta yang telah berhasil dihimpun (1971:17). Jadi dalam langkah
interpretasi ini peneliti menghubungkan fakta-fakta yang ada menjadi suatu
rangkaian yang rasional dan merupakan satu kesatuan proses atau peristiwa. Hal
yang tidak boleh penulis lupakan adalah pendekatan atau cara pandang yang
digunakan dalam mengkaji permasalahan.
Setelah merangkai fakta, kemudian mulailah dilakukan
penulisan hasil penelitian atau penyusunan laporan penelitian ini
(Historiografi). Berdasarkan uraian sebelumnya, maka historiografi merupakan
penyampaian dari hasil interpretasi, kritik dan heuristik terhadap fakta-fakta
yang telah disusun. Mengingat penting dan cermatnya metodologi penelitian dan
penulisan sejarah yang harus dilakukan, maka peneliti kajian harus benar-benar
memiliki pegangan atau prinsip agar apa yang dijalankan tetap konsisten. Oleh
sebab itu beberapa prinsip penelitian serta penulisan sejarah (Sartono
Kartodirdjo, 1992) perlu mendapatkan perhatian para sejarawan peneliti. Ialah
(1) Ketuntasan dalam pengumpulan bahan dan pembahasan permasalahan; (2)
Keuletan dalam menjelajahi bidang permasalahannya, pemikiran, serta
perumusannya; (3) Pemikiran yang canggih, analitis, dan kritis; (4) Ketekunan,
ketabahan, disiplin kerja serta disiplin berefikir; (5) Ketelitian dan
kecermatan dalam teknik penulisan; (6) Untuk
penulisan textbook diperlukan prinsip-prinsip didaktik.