Friday 28 August 2015

PENGARUH LIBERALISME DAN KAPITALISME TERHADAP PERKEMBANGAN SEJARAH NASIONAL DAN SEJARAH LOKAL INDONESIA


Akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.

Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politik, yaitu kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politik adalah : (1) dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda; (2) dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda; (3) dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam.

Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama.

            Indonesia sebagai bagian dari Asia pun tak lepas dari persoalan itu. Dari sisi  historis, sistem perekonomian Indonesia mengalami banyak perubahan. Jika diamati dari realitas yang terjadi, baik dari periode orla maupun orba, sistem ekonomi Indonesia suah berpengalaman mencoba keseluruhan pola yang pernah ada di dunia. Pola perekonomian Indonesia orba secara konstitusional, salah satunya bisa disaksikan dalam tap II/MPR/1998 tentang GBHN, yaitu pola umum pembangunan jangka panjang. Pola tersebut memuat jelas tentang demokrasi ekonomi yang harus menghindarkan diri dari karakter negatif seperti (1) sistem free fight libaralism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain. Asumsi dasarnya     ialah bahwa sistem ini bisa menimbulkan kelemahan stuktural posisi Indonesia dalam sistem ekonomi dunia; (2) sistem etatism dominan, serta mendesak atau mematikan potensi daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara; (3) sistem monopoli yang memusatkan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok yang merugikan masyarakat banyak.

            Untuk mendukung dinegasikannya karakter-karakter negatif seperti tersebut diatas, dirumuskan pula sistem kesejanteraan sosial hasil interpretasi mendalam dari UUD 1945. rumusan interpretasi itu diungkapkan dalam bentuk lima prinsip demokrasi ekonomi. Prinsip-prinsip okonomi itu adalah (1) prinsip koperasi atau usaha bersama yang berdasarkan asas dalam penyusunan sistem atau kgiatan produksi, baik secara nasional ,regional maupun pada skala yang lebih sempit. (2) prinsip mendahulukan kepentingan orang banyak dan kepentingan umum dengan tetap menghormati dan menjain hak-hak perorangan atau kebebasan individu dalam berusaha. (3) prinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan ekonomi untukkepentingan masyarakat banyak. Dengan demikian, peran negara dan koperasi harus ditonjolkan .(4) prinsip kewajiban negara dalam menjamin pekerjaan yang layak bagi masyarakat demi kemanusiaan. (5) prinsip negara dalam bertanggung jawab tehadap nasib fakir miskin. Ini berati melindungi yang lemah dan membrantas kemiskinan.

            Meskipun konstitusi ekonomi yang terpampang mengatakan demikian, tapi sebetulnya realitas yang terjadi justru berlainan. Secara sederhana, strategi ekonomi Indonesia orba diilustrasikan Mohtar Mas’oed seperi bandul jam yang bergerak dari satu sisi ke sisi lain dan kembali lagi. Memang tampak sangat menyederhanakan bahwa penetuan prioritas strategi pembangunan ekonomi selama orba bisa bisa digambarkan seperti itu. Di awal masa orba sampai pertengahan 1970-an, strategi itu diwarnai dengan oriantasi keluar dengan mengintegrasikan bulat-bulat ekonomi domestik kedalam sistem internasional yang berdasarkan prinsip keunggulan komparatif. Semangatnya adalah deetatisasi dan deregulasi demi efisiensi.

            Kita memang menyaksikan bahwa Indonesia telah mengadakan proses deregulasi dan debirokratasasi dalam beberapa priode. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi peran negara dan birokrasi yang selama ini dominan. Dengan demikian, ekonomi Indonesia harus lebih memberikan sedikt peran kepada sistem mekanisme pasar. Meski kemudian banyak anggapan yang mengatakan bahwa saat Indonesia belum sepenuhnya sampai pada sistem itu. Indonesia sedang menuju dalam proses menuju arah sama.

            Pernyataan yang menjelaskan tentang ketaksipan ekonomi Indonesia dalam menerapkan kebebasan pasar diakibatkan karena hal itu merupakan ciri yang inheren dengan sistem kapitalisme sebab merupakan sumber penjajahan terhadap bangsa. Maka, demikian anggapan itu, demi pertanggungjawaban historis, kita mesti membebaskan diri dahulu dari alergi politis itu. Dalam menginterasikan prinsip-prinsip atau institusi sistem kapitalis murni tersebut ,Indonesia juga dengan tegas menolak konsep laissez-fairelaissez-passer-nya liberalisme. Indonesia juga tak sepaham dengan pandangan individualisme, yang demikian menolak ciri I’exploitation de I’homme par I’homme dari kapitalisme.

            Koreksi tentang sistem mekanisme pasar yang menjadiciri kapitalime tersebut sebetulnya sama dengan apa yang dikemukakan oleh Gunnar Myrdal dalam Asia drama, an inquiry into the poverty of nations bab 1-4. Indonesia memperkenalkan model demokratisasi ekonomi sebagai usaha kebijaksanaan yang membawa pembangunan berdasarkan suatu sistem koordinasi yang rasional. Inilah mengapa pelaksanaan demokrasi ekonomi kita betul-betul berhasrat untuk menghindari free fight liberalism, sistem etatisme dan pemusatan  ekonami dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Sebab hal itu diharapkan mencegah kemacetan mobilitas faktor pembangunan.

            Berbicara tentang free fight libealism dan praktiknya di Indonesia memang bisa menimbulkan perdebatan yang panjang. Poin pertanyaannya adalah apakah Indonesia menerapkan free fghit liberalism dalam aktivitas perekonomian nasionalnya atau tidak. Secara teoretik memang terdapat berbagai kesulitan untuk mengatakan bahwa Indonesia melegitimasi konsep itu jika ada realitas  yang menunjukkan bahwa banyak perusahaan dalam negeri yang bertarung untuk bertahan dan memenangkan persaingan,apakah hal yang demikian itu serta  merta biasa disebut sebagai free fight liberalism?

            Memang kalau tidak diamati  perekonomian Indonesia, terutama dimasa orba secara konstutisional, Indonesia cenderung menganut sosialisme, tetapi dalam mekanisme ekonominya Indonesia cenderung menganut kapitalisme. Tetapi kapitalisme yang diterapkan Indonesia cenderung tidak mempunyai aturan praktek monopoli dan bentuk tidak kesempurnaan pasar, persekongkolan antara birokat dan pengusaha dibiarkan begitu saja berlangsung. Persekongkolan tersebut bisa dimisalkan dengan usulan UU Anti monopoli yang sulit diproduksi di realisasikan.

            Sebagai bagian dari negara dunia ketiga, Indonesia tidak dapat lepas dari kapitalisme model ini. Kita sulit untuk memaklumi kenyataan yang menggambarkan bahwa para petani di Indonesia kalah dalam kompetisi global atau justru oleh tekanan aparatur negara. Maka sebagai akibatnya, sayuran dan buah impor kian digandrungi, dan pada saat yang sama, apresiasi terhadap hasil-hasil pertanian kian menurun. Dalam kondisi seperti inilah, produk-produ pertanian kita menjadi kalah bersaing di negaranya sendiri dengan produk-produk impor.



DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Taufik dan Surjomihardjo, Abdurrachman. 1985b. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: PT. Gramedia.
Arif, Saiful. 2000. Menolak Pembangunanisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bachtiar, Harsya. 1974. Percakapan Dengan Sidney Hook Tentang 4 Masalah Filsafat. Jakarta: Jambatan.

Budiardjo, Miriam. 1984. Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi. Jakarta: PT. Gramedia.

Downs, Robert. 1961. Buku-Buku yang Merubah Dunia. Jakarta: PT. Pembangunan.

E-edukasi. 2009. Paham-Paham yang Berkembang di Dunia. [serial on line]. http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=105&fname=sej202_09.htm. [25 Januari 2009].

M, Dawam Rahardjo. 1987. Kapitalisme Dulu dan Sekarang. Jakarta: LP3ES.

Mestoko, Sumarsono. 1985. Indonesia dan Hubungan Antar Bangsa. Jakarta: Sinar Harapan.

Noer, Deliar. 1982. Pemikiran Politik di Negara Barat. Jakarta: CV. Rajawali.

Soeratman, Darsiti. 1965. Sejarah Afrika Zaman Imperialisme Modern. Yogyakarta: Vita.

Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Swastika, Kayan. 2007. Sejarah Intelektual Modul Bahan Belajar Mandiri. Jember: IKIP PGRI Jember.
Ward, Barbara. 1933. Lima Pokok Pikiran yang Merubah Dunia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wikipedia. 2009d. Kapitalisme. [serial on line]. http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme. [25 Januari 2009].

Wikipedia. 2009e. Liberalisme. [serial on line]. http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme. [25 Januari 2009].

William Ebenstein. 1987. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga.

            
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment