Friday 10 February 2012

Pandangan Pada Abad Pertengahan Ibnu Khaldun

Filsafat sejarah spekulatif (The Peculative Philosophy of History), yaitu kajian diseputar dua makna kata sejarah itu sendiri. Kedua makna kata sejarah dimaksud, pertama sebagai proses historis dan kedua sebagai penulisan proses historis menurut kaidah-kaidah ilmu sejarah. Agak berbeda dengan ini, menurut Hegel, unsur filsafat sejarah sejenis ini cenderung kepada makna sejarah yang pertama di atas, yaitu fiolsafat sejarah sebagai proses historis. Maksudnya, seorang filosof sejarah spekulatif yaitu filsafat sejarah sebagai  faktual dalam keseluruhannya, dan berusaha menemukan suatu struktur dasar dalam arus sejarah. Dari itu filosof sejarah spekulatif menerawang kerja ahli sejarah lebih jauh. Kalau ahli sejarah menerangkan dan melukiskan peristiwa masa lalu dengan menerima kejadhan historis seperti, tetapi filosof sejarah lebih dari itu. Ia berusaha untuk mencari struktur dalam yang tersembunyi dalam proses historis. Filosof sejarah spekulatif berusaha menerangkan, mengapa sejarah berlangsung demikian dan hanya dapat berlangsung demikian?
Filsafat sejarah spekulatif, kancah operasionalnya, adalah untuk mengacu kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
Hendrik Rapar, dalam istilahnya jalur pertama, unsur filsafat sejarah jenis ini berupaya memandang proses sejarah secara menyeluruh, baru kemudian mencoba menafsirkannya sedemikian rupa, untuk memahami makna dan tujuan sejarah.

Pandangan Tokoh Muslim (Ibn Khaldun) tentang Filsafat Sejarah Spekulatif

Salah satu tokoh Islam yang dapat dikelompokkan sebagai filsuf sejarah spekulatif adalah Ibn Khaldun dengan karya monumentalnya Al-Muqaddimah. Nama lengkap Ibn Khaldun adalah Waliy Al-Din Abdurrahman Bin Muhammad Ibn Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M dan meninggal di Kairo pada Tahun 808/1406 SM. Ia merupakan salah seorang tokoh pengasas Ilmu sejarah dan Filsafat Sejarah, sebagaimana telah diakui oleh Robert Flint, G. Cairns, dll. Beliau hidup pada abad ke-14 Masihi yaitu ketika umat Islam mengalami zaman kemunduran dan perpecahan Sedangkan Eropah mengalami kebangkitan zaman Renaissans. Kemunduran yang dimaksudkan disini ialah berlakunya perpecahan dikalangan umat Islam dengan mazhab dan juga perpecahan dikalangan kaum Barbar, setengahnya mendukung pemerintahan al-Murabitin dan ada juga yang mendukung kerajaan al-Muwahhidun.

Akibatnya, umat Islam telah mengalami kemunduran dalam bidang intelektual yang mana kebanyakan karya-karya yang muncul ketika itu hanya berbentuk syarah terhadap karya-karya di zaman keagungan Islam yaitu sekadar memberi uraian dan penjelasan yang lebih mendalam terhadap sesebuah karya terdahulu. Berbeda dengan karya Ibn Khaldun yang telah menghasilkan sebuah ide baru khususnya dalam bidang pensejarahan. Beliau telah mempelajari bidang keagamaan ketika zaman mudanya yang secara tidak langsung mempengaruhi pemikiran beliau dan penulisan karya-karya beliau. Hal ini terbukti Ibn Khaldun telah meletakkan pengecualian terhadap mukjizat para nabi dalam konsep sebab-akibat di dalam filsafat dan metode sejarahnya. Pegangan inilah yang membedakan di antara seorang ilmuwan Islam dengan ilmuwan barat. Walaupun seseorang bebas untuk menggunakan akal fikiran dalam mengkaji alam, namun agama menjadi pembimbing dalam menentukan semua gerak kehidupan. Berbeda dengan konsep keilmuan dalam dunia barat yang menganggap agama sebagai pengungkung manusia mencapai kemajuan.
Ibn Khaldun telah menulis karya bersejarah seperti al-Muqaddimah yang merupakan pendahuluan karya besarnya al-I’bar menguraikan bahwa sejarah menjadikan kita mengenal kondisi masa lalu suatu bangsa yang direfleksikan dalam karakter kebangsaan. Hal ini yang menjadikan kita mengenal biografi nabi-nabi dan dinasti-dinasti dengan segala aturan kebijakannya. Penulisan sejarah juga menghendaki adanya sumber-sumber yang banyak dan varian pengetahuan yang tinggi. Ia juga mengharuskan ahli sejarah mempunyai pemikiran yang spekulatif dan ketelitian. Dua prinsip ini yang akan mengawalnya untuk mencapai kebenaran dan menjaganya dari kesalahan.

Kitab Muqaddimah tersebut merupakan pendahuluan sebuah kitab atau karya yang lebih besar berjudul Kitab al-’Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-khabar fi Ayyam al-’Arab wa Al-’Ajam wa al-Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawi al-Sulthan al-Akbar yang bermaksud Kitab iktibar dan himpunan tentang asal usul dan peristiwa hari-hari bangsa Arab, Persia, Barbar dan Orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuasaan yang kuat. Karya ini telah dibahagikan kepada empat bahagian yaitu Pendahuluan (al-Muqaddimah) yang membahaskan mengenai disiplin sejarah dan filsafat sejarah yang juga dibahas mengenai kesalahan-kesalahan para sejarawan terdahulu. Buku Pertama membincangkan hal peradaban secara umum, Dinasti, Raja dan pemerintahan, persoalan mencari harta pencarian dan perbincangan mengenai kepelbagaian ilmu pengetahuan. Buku Kedua, menguraikan tentang sejarah bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang sezaman dengannya seperti Qibti, Yunani, Romawi dan Turki. Buku Ketiga pula menghuraikan sejarah bangsa Barbar dan Zanatah, khususnya kerajaan dan negara-negara di Afrika Utara (Maghribi). Selain dari kitab al-Ibar yang terkandung di dalamnya kitab Muqaddimah, Ibn Khaldun juga telah menghasilkan sebuah kitab yang memaparkan otobiografi hidupnya. Kitab ini berjudul al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuh Garban wa Syarqan. Al-Ta’rif telah mencatatkan riwayat hidup Ibn Khaldun sejak masa mudanya hingga ke beberapa bulan sebelum kematiannya.Dari karya al-Muqaddimah inilah Ibnu Khaldun merumuskan hukum sejarah. Dalam pandangannya sejarah tidak lebih dari sekedar menguraikan tentang peristiwa-peristiwa, nama-nama penguasa atau silsilah keturunan dan angka-angka tahun. Menurut Ibn Khaldun pengetahuan itu tidak mewakili wawasan disiplin ilmu sejarah. Pemikiran Filsafat sejarah Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah secara luas dibahas dalam bab dua kitab al –I’bar.
Dalam karya Muqaddimah, Ibn Khaldun memuat beberapa prinsip yang berkaitan dengan konsep sejarah:
Dalam bab pertama, tentang “Kebudayaan Umat Manusia pada umumnya”.
Bab kedua, tentang “Kebudayaan Primitif (Badui) dan Bangsa-bangsa serta Suku-suku yang Biadab”. Uraian tentang watak keprimitifan dan kebudayaan, serta perbedaan antara keduanya. Juga dibahas prinsip-prinsip umum yang mengendalikan masyarakat, atau yang kini disebut dengan sosiologi dan filsafat sejarah.
Bab ketiga, tentang “Negara-negara Umum, Kerajaan, Khalafah, dan Jenjang-jenjang Kekuasaan”. Uraian tentang sebab-sebab yang menumbuhkan kekuasaan, cara mengukuhkan negara dan sebab-sebab yang membuat tetap tegak dan runtuhnya negara atau yang kini disebut dengan Ilmu Politik Praktis.
Bab keempat, tentang “Negeri-negeri, Kota-kota, dan seluruh Kebudayaan”. Dalam bab ini Ibn Khaldun menguraikan sistem yang harus diikuti kota-kota, berbagai faktor yang perlu diperhatikan, dengan faktor militer sebagai faktor utama.
Bab kelima, tentang “Penghidupan dengan Berbagai Segi Pendapatan dan Kegiatan Ekonomi”. Menguraikan berbagai bentuk perdagangan dan industri, dan juga berbagai kegiatan ekonomis dan profesi lainnya. Bab ini kini disebut dengan ekonomi politis.
Bab keenam, tentang “Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan, Pengajaran dan Metode-metodenya, beserta seluruh aspeknya”. Bab ini dapat disebut dengan Sejarah Sastra Arab.
  • Konsepsi Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah menurut Ibn Khaldun yaitu mengkaji fenomena-fenomena sosial secara lebih umum, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu dan mengkajinya dari segi tujuan yang ingin dicapai, serta hukum mutlak yang mengendalikannya sepanjang sejarah. Dalam pandangannya masyarakat merupakan mahluk histories yang hidup dan berkembang sesuai dengan hukum khusus, yang berkenaan dengannya. Hukum itu dapat diamati dan dibatasi lewat pengkajian terhadap sejumlah fenomena sosial. Ia berpendapat sesungguhnya ‘ashabiyyah merupakan asas berdirinya suatu negara, dan faktor ekonomis yang merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadinya perkembangan masyarakat. Dari pendapat itu, Khaldun dapat dianggap sebagai tokoh pelopor materialisme sejarah, jauh sebelum Karl Marx. Dengan karyanya terkenal sebagai perintis dan pelopor The Culture Cycle Theory of History, yaitu satu teori Filsafat sejarah yang telah mendapat pengakuan di dunia Timur dan Barat tentang kematangannya. Khaldun dengan teorinya berpendapat bahwa sejarah dunia itu adalah satu siklus dari setiap kebudayaan dan peradaban. Ia mengalami masa lahirnya, masa berkembang, masa puncaknya kemudian masa menurun dan akhirnya masa kehancuran. Khaldun mengistilahkan siklus ini dengan tiga tangga peradaban.

  • Aliran dan Konsepsi Gerak Sejarah Ibn Khaldun
Ibn Khaldun berafiliasi dalam tiga aliran filsafat sejarah. Pertama, Aliran Sejarah Sosial. Aliran ini berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial dapat ditafsiri, dan teori-teorinya dapat diikhtisarkan dari fakta-fakta sejarah.

Kedua, Aliran Ekonomi. Aliran ini menginterpretasikan sejarah secara materialis dan menguraikan fenomena-fenomena sosial secara ekonomis. Di samping itu, setiap perubahan dalam masyarakat, dan fenomena-fenomenanya, mengembalikan pada faktor ekonomi. Setiap perubahan dalam masyarakat dan fenomena-fenomenanya merujuk pada faktor ekonomi. Karl Marx adalah tokoh yang mengembangkan aliran Filsafat sejarah ini.
Ketiga, Khaldun berafiliasi dengan aliran geografis. Aliran ini memandang manusia sebagai putra alam lingkungan, dan kondisi-kondisi alam disekitarnya. Oleh karena itu, dalam penyerahannya, seseorang, masyarakat-masyarakat, dan tradisi-tradiosinya dibentuk oleh lingkungan dan alam dimana ia berada. Alam dan lingkungan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat, walaupun manusia sendiri juga dapat mempengaruhi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Ibn Khaldun fenomena-fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan. Demikian juga dengan gerak sejarah, ia mengalami perkembangan, yaitu mempunyai corak dialektis.
Seperti halnya pendapat St Augustinus, Ibn Khaldun sependapat bahwa gerak sejarah itu ditentukan oleh karsa Tuhan. Tetapi, Ibn Khaldun sedikit berbeda dengan pemikiran St Augustinus yang menitik beratkan pada kehidupan akhirat. Ia menyatakan bahwa memikirkan dan mencari kehidupan duniawi, berarti dunia materi dalam sejarah adalah penting dalam kehidupan manusia. Sejarah itu merupakan peristiwa masa silam yang berdasar pada realitas, kenyataan hidup. Sebagai seorang ilmuwan sosial dalam mengkaji gejala-gejala sosial perlu menggunakan metode sejarah obyektif, menerangkan berbagai gejala sosial serta deskriptif dan menjelaskan kejadiannya tanpa memberi kesimpulan dari deskrispsi tersebut. Bagi Ibn Khaldun , sejarah dimaknai sebagai biografinya negara atau masa silamnya politik. Sejarah itu merupakan hasil tentang perubahan  masyarakat, dapat berupa terjadinya revolusi, pemberontakan, peperangan, pergantian tata-nilai, adat istiadat, dan sebagainya.
Ibn Khaldun telah membahas banyak hal mengenai kemasyarakatan dalam bukunya yang termashur Muqadimmah. Ditelitinya pengaruh gejala-gejala geografis pada warna kulit manusia dan akhlaknya. Ia berbicara masalah pertumbuhan negara-negara dan hubungannya dengan agama, tentang sistem pemerintahan, konstitusi, bangsa-bangsa dan kehancuran kekuasaanya sebab tenggelam dalam kemewahan dan bergantung pada laskar-laskar bayangan.
Membanding isi pemikiran filsafat sejarah St Augustinus dan Ibn Khaldun, paling tidak didapatkan tiga perbedaan pokok diantara pemikiran kedua tokoh itu, yakni :
  1. Konsep pemikiran St Augustinus menempatkan kedudukan manusia cenderung mudah menyerah, pasif, karena peran Tuhan yang begitu aktif. Sebaliknya, konsep pemikiran Ibn Khaldun bahwa manusia harus berjuang, aktif, untuk dapat memperbaiki nasib manusia itu sendiri, demikian pula masyarakatnya.
  2. Ajaran St Augustinus kurang memberikan tempat terhadap arti pentingnya akal pikir, karsa tuhan tidak dapat terselami oleh akal pikir manusia. Sedangkan menurut Ibn Khaldun, pengertian sejarah mengandung unsur-unsur rasional dan sekuler, ke arah masyarakat modern. Ia juga mengemukakan suatu teori tentang negara.
  3. Bagi St Augustinus tujuan searah menuju ke arah sejarah keselamatan, manusia mencapai pada kehidupan yang abadi. Sebaliknya, bagi Ibn Khaldun tujuan searah adalah mempelajari hubungan terjadinya perubahan, perkembangan, ikut membicarakan kehidupan manusia pada masa depan. Peneliti sejarah akan berguna jika berdasar pada kajian terhadap masyrakat yang ditulis sejarahnya itu.

  • Faktor yang Mengendalikan dan Mempengaruhi Perjalanan Sejarah
Segala sesuatu yang ada di alam selalu berkembang, termasuk diantaranya negara, adat kebiasaan (tradisi), agama dan profesi. Menurut Khaldun, ada 3 faktor yang dominan yang mempengaruhi dan mengendalikan perkembangan perjalanan sejarah dari waktu ke waktu. Ketiganya akan diurutkan berikut ini;
  1. Faktor ekonomi
  2. Faktor geografis, lingkungan dan iklim
  3. Faktor agama
Dalam pandangan Ibn Khaldun ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi dan mengendalikan perkembangan perjalanan sejarah dari waktu ke waktu. Pertama, faktor ekonomi. Menurut Ibn Khaldun kegiatan ekonomi menentukan bentuk kehidupan. Perbedaan agama seseorang bisa lahir karena penghidupan, keadaan dan waktu. Kegiatan ekonomi menjadi salah satu yang terpenting dalam mengendalikan kehidupan sosial, politik, moral masyarakat dan pikiran mereka. Kedua, faktor geografis, lingkungan dan iklim. Pengaruh geografi misalnya orang yang menempati kawasan yang kaya hasil bumi, biasanya cenderung malas-malasan dan pengaruhnya mereka akan malas serta lamban dalam berpikir. Sedangkan orang yang menempati kawasan yang miskin hasil bumi, cenderung rajin dalam bekerja karena makanannya terbatas tetapi minda mereka lebih tajam. Ketiga, faktor agama. Ibn Khaldun meyakini adanya pengaruh dan pengarahan Tuhan terhadap segala yang terjadi. Ia berkesimpulan bahwa hubungan antara Tuhan dan manusia wujud pada setiap ruang dan masa. Alam dan seisinya dibagikan kepada manusia sebagai khalifah-Nya. Sisi inilah yang membuktikan bahwa Ibn Khaldun merupakan seorang pemikir dan ahli Filsafat sejarah Islam. Ia mampu menghubungkan antara ekonomi, alam dan hukum determinisme dalam sejarah.

Berkaitan dengan hukum determinisme sejarah, Ibn Khaldun menguraikannya dalam tiga hukum. Pertama, Hukum Sebab-Akibat (Legal Causality) yaitu hukum determinisme yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kealaman pada asal mulanya. Khaldun menerapkan dan menjadikan hukum ini sebagai salah satu diantara dua prinsip Filsafatnya. Ia meyakini adanya hubungan sebab-akibat antara realitas dengan fenomena. Ia berasumsi bahwa semua realitas di alam ini dapat dicari hukum kausalitasnya. Kecuali mukjizat para nabi dan karomah para Wali. Kedua, Hukum Peniruan (Legal Copying). Menurut Khaldun peniruan itu sendiri merupakan satu hukum yang umum. Peniruan bisa menyebabkan kesamaan sosial. Ia menguraikan bahwa kelompok yang kalah selalu meniru kelompok yang menang dalam pakaian, tanda-tanda kebesaran, aqidah dan adat. Ketiga, Hukum Perbedaan (Legal Differences). Hukum ini juga diasumsikan sebagai salah satu hukum determinisme sejarah. Masyarakat menurut Ibn Khaldun tidaklah sama secara mutlak, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang harus diketahui oleh sejarawan. Lebih jauh Ibn Khaldun menghubungkan bahwa perbedaan-perbedaan semakin membesar karena faktor geografis, fisik, ekonomi, politik, adat istiadat, tradisi dan agama.

Selain itu menurut Ibn Khaldun, sumber (rujukan) memainkan peranan menjadikan sebuah karya itu berwenang atau sebaliknya. Sumber bisa dibagi dua jenis yaitu sumber pertama yang disebut sebagai sumber primer dan sumber kedua yang disebut sebagai sumber sekunder. Sumber pertama adalah sumber yang berada dalam keadaan asli atau sebelum ditafsirkan. Sedangkan sumber kedua ialah merupakan hasil ataupun karya yang ditulis seseorang terhadap sesuatu peristiwa atau perkara yang didasarkan kepada sumber pertama. Ibn Khaldun telah menggunakan pendekatan atau kaidah ilmu hadith dalam menilainya terhadap sumber yang mengandung informasi berkaitan dengan syariat Islam. Kaidah ilmu hadith yang dimaksudkan disini dengan jalan mengkaji dari sudut periwayatan dari seorang individu kepada individu yang lain sehinggalah ianya sampai ke Nabi Muhammad SAW. Metode ini dapat dilihat melalui kitab-kitab Hadis seperti Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, di awal setiap hadis yang dikemukakan pastinya memaparkan periwayat-periwayat hadis tersebut sehingga ke periwayat yang mendengar sendiri daripada Rasullullah s.a.w. Kaedah ilmu hadis juga menekankan konsep tsiqah dalam menilai diri seseorang periwayat. Sekiranya dapat dibuktikan bahwa periwayat tersebut mempunyai sifat-sifat tercela seperti pembohong, pengkhianat bahkan banyak berkata yang sia-sia sekalipun, maka serta-merta hadith yang dibawa olehnya akan tertolak. Berkenaan informasi yang berkaitan syariat Islam, Ibnu Khaldun menyatakan:

“ Para sarjana yang kritis beranggapan bahwa apa yang dianggap relevan itu adalah sebagian informasi sejarah dalam arti kata yang sebenar-benarnya. Atau interpretasi yang tidak dapat diterima akal oleh golongan cendekiawan itu adalah sesuatu yang akan membuatkan informasi itu diragukan kesahihannya. Kritik terhadap personal seharusnya dilakukan yang kewajarannya (atau yang dilihat kurang wajar) dalam hal agama Islam. Sebabnya, informasi yang berhubungan dengan Islam adalah yang menyentuh hukum-hukum sebagaimana yang telah ditetapkan.Hal ini merupakan suatu perintah dan larangan yang menghendaki setiap orang Islam mematuhinya. Cara untuk memastikannya dg benar adalah dengan memastikannya datang dari seorang yang berkelakuan jujur”

Para sejarawan seharusnya juga mahir untuk menafsir peristiwa-peristiwa sejarah secara falsafah sehingga sejarah tersebut menjadi sesuatu yang ilmiah. Dalam membuat analisis dan persepsi terhadap sesuatu peristiwa sejarah, Ibn Khaldun telah meletakkan beberapa syarat atau pegangan yang harus dihindari ditulis di dalam kitab Muqaddimah sebagai kelemahan-kelemahan sejarawan terdahulu. Diantaranya :
  1. Sikap memihak kepada mazhab atau golongan tertentu.
  2. Terlalu bergantung kepada informasi yang telah diceritakan.
  3. Gagal memahami maksud dari apa yang dilihat atau didengar seterusnya.
  4. Menyampaikan informasi tersebut dalam bentuk andaian saja.
  5. Keyakinan yang salah terhadap sesuatu yang benar.
  6. Tidak mampu menempatkan sesuatu peristiwa pada kedudukan realitas yang sebenarnya.
  7. Kecenderungan untuk mendekatkan diri kepada penguasa.
  8. Tidak mengetahui hukum-hukum dan karakter perubahan di dalam masyarakat.

KESIMPULAN

Filsafat sejarah spekulatif (The Peculative Philosophy of History), yaitu kajian diseputar dua makna kata sejarah itu sendiri. Kedua makna kata sejarah dimaksud, pertama sebagai proses historis dan kedua sebagai penulisan proses historis menurut kaidah- kaidah ilmu sejarah. Filsafat sejarah spekulatif, kancah operasionalnya, ad`lah untuk mengacu kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
Filsafat sejarah menurut Khaldun adalah, bahwa kalau sosiologi mengkaji fenomena- fenomena sosial, baik tentang masyarakat yang masih berkembang ataupun yang telah mapan, yang di kaji secara eksperimental, maka filsafat sejarah mengkaji fenomena- fenomena tersebut secara lebih umum, dibatasi oleh ruang dan waktu, dan mengkajinya dari segi tujuan yang ingin di capai, serta hukum mutlak yang mengendalikannya sepanjang sejarah.
Pandangan Filsafat Ibn Khaldun, yaitu :
  1. Semua fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan.
  2. Perubahan merupakan hal yang inheren dan niscaya dalam kehidupan masyarakat manusia.
  3. Hukum perkembangan tidak berupa lingkaran ataupun garis lurus, melainkan berbentuk spiral.
  4. Ada sejumlah faktor yang mengendalikanperkembangan, yaitu :
  • Ekonomi (Bentuk-bentuk produksi).
  • Lingkungan alam (Iklim dan kondisi geografis).
  • Agama (Tuhan).
     5.    Hubungan diantara ketiga faktor tersebut adalah komplementer, meskipun sebagai seorang muslim Khaldun tetap mengakui secara implisit peranan lebih dari faktor Agama (Tuhan) : “Kehidupan sosial mungkin berlangsung tanpa agama dan politik pun dapat tegak tanpa aturan agama. Namun agamalah yang mendorong perkembangan kedepan serta menjadikan kehidupan sosial lebih utama.     6.    Muara perkembangan adalah kesempurnaan hidup (Kebahagiaan dunia dan akhirat).












Shere Power Point
border="0"

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment