Friday 28 August 2015

PERANAN TRADISI LISAN DAN HISTORIOGRAFI TRADISIONAL DALAM PENELITIAN DAN PENULISAN SEJARAH LOKAL

A. TRADISI LISAN
Termasuk sumber tak tertulis adalah sumber lisan atau sejarah lisan atau juga tradisi lisan (oral sources). Sumber lisan ini memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya sebagai sumber sejarah. Dalam sejarah tradisional sumber sejarah lisan dapat berbentuk cerita rakyat (folklore), mitos, legenda, cerita penglipur lara, dan silsilah ( genealogi ). Di sepanjang pantai selatan Jawa berkembang mitos Nyai Roro Kidul. Raja Mataram menurut  mitos Jawa beristerikan Nyai Roro Kidul, Ratu makhluk halus penguasa Lautan Selatan. Cerita-cerita  raja-raja Jawa pada zaman dahulu semula berbentuk cerita tutur (lisan),  namun kemudian cerita tutur itu ditulis dan dibakukan menjadi Serat Kandha, yang  artinya tetap sama, ialah cerita tutur (lisan). Buku Babad Tanah Jawi yang memuat sejarah raja-raja Mataram bagian awalnya banyak bersumber dari Serat Kanha.

      Dewasa ini kedudukan  sejarah lisan (oral history) semakin menjadi penting. Sumber sejarah lisan bersifat komplementer terhadap sumber-sumber tertulis. Melalui wawancara sumber-sumber lisan dapat diungkap dari para pelaku-pelaku sejarah. Bahkan  peristiwa-peristiwa sejarah yang belum jelas betul persoalannya sering dapat diperjelas justru berdasarkan pengungkapan sumber-sumber sejarah lisan.

            Tradisi lisan (oral tradition atau oral history) adalah pesan-pesan verbal berupa pernyataan-pernyataan yang pernah disampaikan oleh generasi di masa lampau (paling sedikit 1 generasi). Tradisi lisan berarti pula kumpulan kenangan (memori) seseorang mengenai peristiwa yang dialami atau dilihat sendiri atau disusun oleh generasi sezaman.

            Selain dua pengertian tersebut di atas, ada pula yang mengartikan sebagai kebiasaan dan kebudayaan suatu kelompok masyarakat yang disampaikan secara lisan untuk mengabadikan pengalaman-pengalaman kelompok masa lampau melalui cerita yang diteruskan secara turun-temurun (dari generasi ke generasi).

            Menurut Djajawanai, fungsi dan tujuan tradisi lisan antara lain sebagai alat “mnemonic kolektif” (upaya untuk merekam, menyusun, dan menyimpan pengetahuan guna pengajaran dan pewarisannya), untuk pegangan generasi yang akan datang, untuk menumbuhkan kebanggaan kolektif dan sebagai sumber bagi sejarah lokal.

            Bentuk tradisi lisan menurut Bascom antara lain: mitos, legenda dan dongeng. Sedangkan sifat isinya adalah (1) dari mulut ke mulut, (2) variatif, (3) anonim, dan (4) pralogis. Tradisi lisan terjadi pada masyarakat yang belum mengenal tulisan.

            Hal-hal yang tampak dalam tradisi lisan antara lain adalah (1) pesan-pesan yang berupa pernyataan-pernyataan lisan yang diucapkan, dinyanyikan atau disampaikan lewat musik. Dasi sini tampak jelas perbedaan antara tradisi lisan dan tradisi tertulis, dimana pesan-pesan itu disampaikan delam bentuk teks tertulis; (2) tradisi lisan berasal dari generasi ke generasi, paling sedikit satu generasi. Dalam hubungan ini tradisi lisan harus dibedakan dengan sejarah lisan (oral history), karena sejarah lisan bukan berasal dari generasi sebelumnya tetapi disusun oleh generasi sezaman, biasanya juga menggunakan antara lain tradisi lisan itu.

            Macam-macam tradisi lisan menurut Vansina antara lain adalah (1) petuah-petuah, yaitu rumusan kalimat yang dianggap punya arti khusus bagi kelompok yang biasanya untuk menegaskan pegangan bagi kelompok tersebut; (2) kisah tentang kejadian-kejadian di sekitar kehidupan kelompok, baik sebagai kisah perseorangan misalnya cerita Roro Anteng dan Jaka Seger, maupun kisah kelompok misalnya masyarakat Seblang di Banyuwangi; (3) cerita kepahlawanan yang berisi bermacam-macam gambaran tentang tindakan kepahlawanan yang mengagumkan bagi kelompok pemiliknya yang biasanya berpusat pada tokoh-tokoh pimpinan masyarakat, misalnya cerita Pak Sakera dari Madura.
           
Menurut James Danandjaja, ciri-ciri tradisi lisan antara lain:
Ø  Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan dengan tutur dari mulut ke mulut.
Ø  Mempunyai sifat tradisional dalam penyebarannya, antara relatif tetap atau dalam bentuk standar dalam beberapa generasi.
Ø  Terjadi banyak variasi atau versi-versi tertentu sebagai hasil proses interpolasi yang diakibatkan oleh cara penyebaran secara tutur kata, meskipun variasinya sering hanya untuk luarnya saja, bukan pada inti ceritanya.
Ø  Bersifat anonim
Ø  Digunakan sejumlah kata-kata klise baik untuk kata-kata pembuka atau penutupnya, ataupun untuk perumpamaan-perumpamaan yang memang diperlukan untuk menekankan penggambaran yang berlebih-lebihan.
Ø  Punya fungsi penting dalam kehidupan kolektifitas yang memilikinya, misalnya sebagai alat pendidikan, protes sosial, proyeksi keinginan terpendam atau sekedar pelipur lara.
Ø  Punya logika khusus yang sering disebut pralogis, yang memang berbeda dengan logika umum.
Ø  Merupakan milik bersama suatu kolektifitas yang mana ini bisa dimengerti sebagai akibat dari sifat anonim dari tradisi lisan.
Ø  Akhirnya bisa dimungkinkan sifat lugu yang disebabkan oleh kenyataan bahwa tradisi lisan merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya (Danandjaja, 1986: 3-4 dalam Widja, 1991: 60).

Hal-hal positif yang dimiliki tradisi lisan sebagai sumber sejarah, utamanya bagi penulisan sejarah lokal adalah (1) memuat informasi yang sangat luas tentang kehidupan suatu komunitas dengan berbagai aspeknya. Dalam hal ini sumber-sumber lainnya termasuk sumber tertulis tak akan mampu menandinginya dalam hal keluasan cakupan isinya; (2) sifatnya yang sebagai informasi dari dalam.

Atas dasar hal-hal tersebut maka tradisi lisan bagaimanapun juga punya arti penting dalam usaha merekonstruksi masa lampau suatu masyarakat atau komunitas tertentu, yang umumnya ini menjadi kajian khusus sejarah lokal.

B. HISTORIOGRAFI TRADISIONAL
            Menurut T. Abdullah, historiografi tradisional adalah tulisan sejarah yang tidak menggunakan metode keilmuan sejarah. Historiografi tradisional terjadi pada masyarakat yang sudah mengenal tulisan. Bentuk-bentuk historiografi tradisional antara lain: babat dan tambo.

Dokumen-dokumen ini memiliki pula makna historis, karena (1) mengungkapkan rasa suka dan duka, (2)  memberikan nuansa lokal dan lingkungan tertentu, (3) seringkali pula mengungkapkan nilai-nilai moral masyarakat sekitar, serta mampu merefleksikan suasana kultural dan jiwa sezaman (zeitgeist)-nya. Sumber sejarah jenis ini sangat bermanfaat guna mengutuhkan sejarah kemanusiaan (human history). Sejarah perjuangan bangsa kita memiliki khasanah sumber sejarah jenis ini yang sangat kaya.

Sebagai suatu bagian dari perbendaharaan budaya suatu masyarakat atau komunitas, maka tradisi kesejarahan itu baik sumber lisan maupun sumber tertulis dengan sendirinya tidak bisa lepas dari ciri-ciri budaya masyarakat pendukungnya. Demikian juga halnya dengan historiografi tradisional. Walaupun pada awalnya sumber sejarah ini sempat diragukan kebenarannya karena fakta-fakta sejarah yang ada biasanya membias bersama dengan kepercayaan masyarakat setempat, namun pemakaian sumber ini bukanlah menjadi persoalan sepanjang para peneliti dapat melakukan metode kritik yang baik dalam menyeleksinya.

Secara garis besar, tradisi lisan dan historiografi tradisional memiliki sifat dan karakter yang hampir sama. Perbedaan utama kedua jenis sumber sejarah ini hanya terletak pada bentuk sumbernya saja yakni tertulis dan lisan. Satu hal yang pasti, usia tradisi lisan tentu jauh lebih tua dibanding historigrafi tradisional. Historiografi tradisional muncul setelah masyarakat mengenal tulisan. Namun, hasil tulisan masyarakat di masa ini masih jauh dari metode normatif tata tulis baku bahasa. Sumber ini berbentuk tulisan-tulisan seadanya dan sangat mewakili kondisi dan sifat masyarakat di zamannya.

Menurut C.C. Berg, karakteristik historiografi tradisional antara lain:
Ø  Adanya kepercayaan tentang kekuatan sakti yang menjadi pangkal dari berbagai peristiwa alam, termasuk yang menyangkut kehidupan manusia.
Ø  Dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia, penulis sumber tradisional ini juga banyak dipengaruhi oleh adanya kepercayaan akan klasifikasi magis yang mempengaruhi segala sesuatu yang ada di alam ini, baik itu makhluk hidup maupun benda-benda mati, baik bagi pengertian-pengertian yang dibentuk dalam akal manusia maupun bagi sifat-sifat yang terdapat dalam materi.
Ø  Adanya kepercayaan tentang perbuatan magis atau sihir yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu. Sebuah contoh yang terkenal dari sejarah klasik indonesia ialah tentang tokoh Mpu Bharada dari daerah Wurare. Kehebatan sihirnya digambarkan dalam perjalanannya ke Bali hanya dengan menumpang sehelai daun kluih, serta pembagian kerajaan menjadi dua atas perintah raja Airlangga yang ia penuhi hanya dengan menggunakan sekendil air untuk memisahkannya.


Walaupun sedikit meragukan untuk dijadikan sumber sejarah, namun penggunaan historiografi tradisional juga memiliki arti penting yang sama pentingnya dengan tradisi lisan. Hanya saja menurut Soewito Santoso, para peneliti harus memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang memadai dalam memetik isinya, karena ini menyangkut pengetahuan tentang latar belakang budaya serta bahasa yang digunakan dalam historiografi tradisional (Widja, 1991: 74-76).
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment