Saturday 11 February 2012

JEJAK SEJARAH, DOKUMEN SEJARAH, DAN SUMBER SEJARAH

Masa lampau telah lalu. Begitu pula kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang memang hanya sekali terjadi. Karenanya, semua itu tidak akan bisa dijumpai lagi, dan memang tidak bisa diulang kembali. Dengan demikian kita tidak akan bisa menyaksikan lagi apa yang sudah lalu dan mengamati secara langsung sebagai obyek. Jangankan yang terjadi di masa silam, yang beberapa detik baru-baru ini terjadipun tidak akan bisa. Meskipun demikian apa yang dianggap sudah lampau tidaklah sepenuhnya lenyap walaupun hanya tinggal bagian-bagian, kepingan-kepingannya atau kesan-kesannya saja. Kejadian atau peristiwa sebagai totalitas tidak mungkin dapat ditangkap seluruhnya oleh manusia. Dan sebagai totalitas memamng tidak diperlukan, karena manusia hanya memerlukan bagian-bagian tertentu yang dipandangnya penting atau berarti (Soeri Soeroto, 1980).
Kejadian atau peristiwa yang telah lenyap itu bisa juga sampai pada kita karena meninggalkan jejak, relik  atau vestigium. Adanya apa yang disebut jejak sebagai peninggalan kejadian sangat bergantung padakeadaan. Dengan kata lain tidak selalu ada, apalagi kalau tidak selalu diadakan. Kesadaran manusia akan perlunya jejak-jejak adalah bagian dari kesadaran bahwa yang lampau tidaklah sama dengan sekarang. Bahkan yang lampau menjadi beda dari yang sekarang oleh faktor waktu. Sikap demikian itu disebut kesadaran waktu yang akan berkembang menjadi kesadaran sejarah jka sampai pada anggapan bahwa yang lampau tidak saja berbeda tapi juga mendahului dan membawa ke keadaan yang sekarang. Semakin tinggi kesadaran orang akan sejarahnya semakin cenderung untuk menghimpun jejak-jejak kejadian yang dianggap penting.

Karena masa lampau hanya meninggalkan jejak-jejak, maka jejak-jejak tersebut menjadi komponen penting yang tidak bisa ditinggalkan dalam usaha orang merekontruksi masa lampau. Jejak-jejak itu mengandung informasi yang bisa dijabarkan untuk dijadikan bahan menyusun kisah tentang apa yang dianggap pernah terjadi. Kisah-kisah itu sendiri yang berhasil ditundukkan dari generasi ke generasi menjadi satu-satunya jejak yang bisa dipelihara, baik secara lisan maupun secara tertulis.

Dilihat dari sampainya jejak-jejak tersebut kepada kita, maka dibedakaan antara:  (1) jejak yang tidak dengan sengaja ditinggalkan oleh mereka yang mengalami kejadian untuk diketahui dan digunakan, dan (2) jejak yang secara sengaja dan sadar dipelihara dan diteruskan untuk menjadi bahan informasi kepada gnerasi pewarisnya. Yang termasuk dalam jejak kelompk pertama ialah alat-alat baik yang berupa artefak maupun alat besar lainnya seperti gua, batu megalitikum dan sejenisnya yang ditinggalkan karena tidak lagi digunakan. Jejak yang demikian itu sebagian besar kita dapatkan dari masyarakat kuno, terutama jaman pra sejarah yang dapat ditemukan secara kebetulan tergali, ataupun kemudian sengaja dicari untuk dijadikan bahan studi. Termasuk juga dalamjejak ini ialah sisa-sisa dari kejadian yang tidak lenyap sesudah kejadian itu sendiri selesai. Sebenarnya boleh dikatakan jejak-jejak kejadian sebagai bagian dari kejadian tidak pernah dimaksudkan untuk ditundakan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Bahkan tidak sedikit yang mencoba untuk menghapus atau menghilangkan jejak-jejak dari kejadian yang oleh pelakunya dipandang akan merugikan diri atau kelompoknya kalau sampai ketahuan pihak lain. Kelompok jejak kedua ialah yang sampai pada kita karaena orang telah memiliki kesadaran akan manfaatnya sehingga jejak-jejak yang merupakan bagian dari atau rekaman dari kejadian dipelihara, disimpan baik-baik supaya kemudian bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka merekontruksi masa lampau.

Tidak semua jejak yang bisa sampai kepada kita akan digunakan untuk merekontruksi masa lampau. Artinya tidak semua jejak dinilai mempunyai manfaat untuk dijadikan bahan penulisan. Karena itu dibedakan antara: (1) jejak yang historis, yaitu jejak yang menurut penilaian sejarawan memiliki atau mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang historis sehingga bisa digunakan untuk bahan penyusunan kejadian-kejadian itu sebagai kisah; (2) jejak tak-historis, yaitu jejak yang karena informasinya yang terkandung di dalamnya diangap tidak memilki nilai sejarah. Sebenarnya soal penilaian historis dan tidaknya sangat relatif, karena tergantung pada kedudukan dari peristiwa itu sendiri menurut anggapan penulis dan masyarakat pada suatu waktu. Mungkin sekali jejak tertentu tidak dipandang bernilai untuk perekonstruksian suatu kejadian yang lebih menonjolkan segi-segi yang tidak langsung berkaitan dengan informasi yang dikandungnya. Tetapi bukan tidak mustahil bahwa jejak yang sama akan berguna merekonstruksi kejadian itu juga tetapi dengan menggunakan pendekatan yang lain atau mementingkan  aspek yang lain. Sebagai contoh daftar pahlawan yang gugur dalam suatu pertempuran selama Revolusi fisik akan menjadi bahan penting untuk merekonstruksi perkembangan ekonomi  selama periode yang sama. Meskipun demikian bisa jadi didapati jejak yang ternyata menjadi penting untuk banyak hema yang akan ditulis. Jejak tentang suatu struktur kekuasaan akan berguna untuk menyusun sejarah politik, sejarah ekonomi, sosial karena memilki kaitan langsung dengan aspek-aspek tersebut.

Di antara jejak yang historis bisa dibedakan antara jejak sejarah yang material dan non matarial. Yang material ialah yang berwujud benda dan ini bisa berupa jejak tertulis ataupun benda biasa. Tetapi untuk memudahkan baiknya dibagi dalam 3 jenis kelompok jejak, yaitu (1) yang immaterial, (2) yang material dan (3) yang tertulis.

Yang termasuk dalam jejak immaterial ialah ketentuan-ketentuan yang masih hidup atau terdapat dalam masyarakat seperti lembaga-lembaga keprcayaan, adat kebiasaan, norma-norma etnik yang berlaku, tradisi, legenda, ketakhyulan. Begitu pula bahasa termasuk dalam jenis jejak ini. Pokoknya jejak jenis ini tidak bisa dilihat dan diraba, hanya bisa diketahui karena terdapat dan berlaku dalam hidup bermasyarakat dan memiliki pengaruh yang cukup berarti. Apa yang disebut accepted history juga termasuk jenis ini, karena accepted history adalah pengetahuan yang memberitahukan kepada kita tentang apa yang dianggap pernah terjadi di masa lampau. Jenis jejak ini bisa diketahui lewat penalaran dan rasa karena memang masih hidup diantara sesama manusia sendiri. Bahkan kita bisa juga mengatakan bahwa semua yang sekarang ini adalah jejak juga dari masa lampau. Yang dimaksud dengan sekarang ini ialah sebagian dari waktu yang dialami yang mengandung rasa bahwa apa yang dialami itu belum terhisap ke masa lampau. Misalnya, kita berkumpul dalam kelas untuk mengikuti  kuliah. Semua menit-menit yang dialami bersama merupakan kekinian untuk kita yang belum akan berakhir sebelum kita meninggalkan ruang kuliah.

Jejak yang material adalah jejak dari aktivitas orang yang hidup di masa lampau yang berwujud. Bisa juga jejak itu sampai sekarang masih berfungsi, seperti halnya Masjid, Candi, monumen-monumen. Monumen-monumen adalah wujud jejak material yang paling menarik meskipun belum tentu menarik sekali bagi kepentingan sejarawan. Jejek jenis ini lainnya ialah, misalnya kursi, meja, pakaian, alat-alat, senjata, potret, film dan benda-benda lain yang diperoleh lewat penggalian. Mata uang seperti halnya inskripsi termasuk jejak material, tetapi sekaligus jejak tertulis. Kalau jejak immaterial sering ditangkap lewat pengamatan seksama, jejak materialtak tertulis hanya bisa dimanfaatkan oleh tenaga yang menguasai tehnik tertentu, jejak tertulis bisa difahami informasinya lewat media yang disebut bahasa.  Kemajuan tehnik bisa mendatangkan kemudahan menghadapi jejak jenis ini. Dari bentuk tulisan tangan jejak itu bisa ditranskripsi, dialih bahasakan, dan bahkan bisa juga dicetak dan disebarkan di mana-mana hingga mudah diperoleh.
Jejak tertulis, yang bisa dikatakan mengajarkan sesuatu kepada kita tentang apa yang terkandung di dalamnya, dalam arti terbatas disebut dokumen.

Di atas telah disinggung bahwa jejak sejarah terutama yang berupa jejak tertulis, disebut dokumen karena mengajarkan sesuatu kepada kita. Dalam arti yang luas sebnarnya dokumen mencakup segala sesuatu, atau dengan kata lain semua jejak-jejak sejarah, yang bisa mmbrikan informasi atau mengajarkan kepada kita tentang adanya sesuatu di masa lampau.
 
 Ada tiga pengertian yang terkandung dalam kata dokumen, yaitu:
  1. segala sesuatu, tertulis dan tidak tertulis, yang memberi keterangan tentang masa lampau berupa informasi kepada kita documentum (docore=yang mengajar). Begitu pentingnya dokumen itu untuk memberikan keterangan tentang masa lampau sampai ada pendapat: “no document, no history”. Karena tidak akan ada gantinya untuk bahan tentang masa lampau selain dari dokumen itu.
  2. dalam pengertian yang lebih terbatas, maka dokumen berarti catatan (written records) baik ituyang resmi ataupun tidak, perseorangan ataupun badan-badan resmi, tercetak ataupun tulisan tangan.
  3. dalam arti yang sempit maka dokumen adalah catatan tertulis yang asli yang bersifat resmi ataupun umum dari pemerintah atau badan-badan resmi, baik yang swasta ataupun yang bukan, berupa surat-surat, laporan-laporan keputusan, daftar-daftar, pemeriksaan dan seterusnya. Dalam pengertian ini Ranke selalu menonjolkan bahwa dokumen merupakan bahan sejarah yang harus digunakan (Soeri Soeroto, 1990).
Kiranya yang masih perlu dijelaskan ialah dokumen dalam arti kedua. Karena jenis ini lebih luas dari yang  ketiga, maka terhitung dalam dokumen jenis ini ialah semua catatan-catatan tertulis, seperti koran, majalah, catatan-catatan perjalanan, catatan harisn, memori, surat-surat pribadi. Istilah lain yang dipakai untuk dokumen jenis kedua ini ialah bahan-bahan dokumenter.
Dokumen-dokumen tertentu bersifat narratif, dan karenanya bisa dikategorikan sebagai accepted history. Contohnya ialah babad-babad, hikayat, sejarah (dalam arti klasik), tambo, dan kalau di dunia barat kronik dan annaless. Berbeda dari laporan, biasanya memoir atau kronik disusun jauh sesudah peristiwanya sendiri.meskipun demikian toh itu adalah satu-satunya jejak yang kadang-kadang masih bisa sampai pada kita.

Jenis dokumen yang bisa memberikan informasi yang lebih hangat karena lebih dekat dengan peristiwanya ialah catatan (record). Jika menggarap suatu surat-menyurat atau suatu surat pengiriman barang (faktur) maka kita dihadapkan pada informasi yang diperoleh dalam jarak waktu yang sangat berdekatan dengan peristiwa atau aktivitas yang dilakukan. Meskipun misalnya hal yang sama itu memuat juga kemudian di dalam laporan tahunan atau memori serah jabatan, kehangatannya akan terasa dibanding dengan yang langsung kita dapati pada catatan pelaksanaan suatu aktivitas tertentu yang sama.

Dalam membaca dokumen, maka yang terkandung dalam diri kita ialah “apakah yang bisa diceritakan oleh dokumen ini”? Atau  “jejak peristiwa apakah dokumen ini”. Sekali kita mulai menggambarkan apa yang terjadi menurut informasi yang terkandung di dalaam dokumen, maka sebenarnya mekanisme penulisan sejarah mulai berfungsi. Sebagai contoh ialah apa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam kuliah. Catatan yang dibuatnya dihasilkan dalam rangka penunaian tugas akademis. Catatan itu sebagai jejak merupakan jejak apa? Bukan jejak apa yang dikatakan oleh dosennya, melainkan jejak dari apa yang ingin dikatakan oleh dosen itu, juga sekaligus merupakan jejak dari apa yang ia ketahui dan tidak diketahui, dari pendapatnya, dari prasangkanya dan bisa jadi jejak dari keadaan yang berlaku yang terpantul dalam pikirannya.
 
 Sumber Sejarah  

 Pengertian
Sudah disebut di depan bahwa jejak sejarah mengandung informasi atau keterangan tentang apa yang dianggap terjadi dalam skala yang bisa luas, bisa sempit. Karena itu jejak sejarah yang juga disebut dokumen merupakan sumber informasi untuk kegiayan penulisan sejarah sebagai kisah. Karna merupakan sumber informasi itu maka dokumen atau jejak sjarah juga disebut sumber sejarah. Bahkan lebih jejak-jejak itu manusia dan masyarakat yang menjadi pelaku dan saksi hidup sejarah juga bisa menjadi sumber sejarah. Di dalam sumber sejarah itu kita temukan bukan saja informasi tetapi juga apa yang dapat dianggap sebagai evidensi atau testimoni (bukti) dari kejadian atau sebagian dari kejadian di masa lampau.

 Dengan demikian maka jejak, dokumen itu sumber sejarah adalah sebutan bagi barang yang sama, hanya dilihat dari arah dan pengertian yang berbeda. Karena jejak sejarah merupakan sumber sejarah yang sangat esensial, maka tugas sejarawan pada tahap permulaan dalam menunaikan tugasnya ialah mencari dan mengumpulkan sumber sejarah itu sendiri. Tetapi yang menjadi obyek utama dalam pencarian dan pengumpulan ini, yang dalam metode sejarah disebut heuristik  (dari heuriskein = menemukan), bukanlah sumbernya itu sendiri, tetapi justru isinya sumber itu. Karena itu heuristik adalah proses pencarian dan pengumpulan sumber yang bertujuan untuk menyediakan bahan-bahan mentah berupa informasi masa lampau untuk diproses menjadi fakta-fakta sebagai bahan setengah jadi untuk pengkisahan pada tahap berikutnya. Neiebuhr menyebut kegiatan ini suatu  working underground (bekerja di balik permukaan).

Klasifkasi Sumber
Adanya bermacam-macam atau jenis-jenis sumber perlu diketahui lebih dahulu pengklasifikasian sumber menurut berbagai kriteria.

  1. Klasifikasi dilihat dari asalnya 
Dari asalnya bisa dibedakan antara suber sejarah yang berasal dari (1) Tuhan dan (2) manusia sendiri. Apa yang disebut sumber illahi identik dengan apa yang disebut sabda atau firman Allah (divine revelation). Sumber jenis ini termasuk menjadi tugas ilmu pengetahuan agama untuk mempelajarinya (teologi). Metode sejarah lebih langsung berkepentingan dengan sumber-sumber manusiawi dan akan menggunakan sumber ketuhanan sejauh itu sampai pada kita lewat atau perantaraan tangan manusia dan merupakan testimoni sejarah (bukti sejarah). Sumber manusiawi adalah segala sumber sejarah yang merupakan hasil pekerjaan atau aktivitas manusia sendiri dalam menjalani hidupnya. Sumber manusiawi bisa dibedakan atas 3 dasar, yaitu (1) asal, (2) isi, (3) tujuan. Dalam membicarakan soal asal sumber sejarah ada tiga hal yang perlu disinggung, yaitu (1) waktu terjadi, (2) tempat terjadi dan (3) cara orang menyampaikan atau memperolehnya.
  • Bilamana suatu sumber sejarah terjadi dapat dibedakan antara masa kontemporer atau sejaman dan masa jauh berlaku. Masa kontemporer menunjukkan sumber itu berasal dari orang yang menghayati peristiwanya sendiri, yang hidup pada masa terjadinya peristiwa sehingga melalui ingatannya bisa mengkisahkannya. Sedang jenis yang kedua menunjukkan bahwa orang yang membuat sumber itu hidup jauh dari masa peristiwanya. Yang berasal di antara kesua jenis sumber itu ialah yang disebut sumber quasi-kontemporer, yaitu yang dibuat pada masa yang tidak begitu jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Dalam hubungan dengan waktu terjadinya sumber itu, perlu diingat bahwa sumber kontemporer tidak secara ipao fakto dapat dipercaya, sebaliknya juga sumber yang jauh tidak berarti kurang kredibel. Di sini terdapat beberapa faktor lain yang akan turut menentukan kekredibilitasan sumber baik yang kontemporer maupun yang jauh lampau. Meskipun demikian secara umum superioritas sumber, bagaimana juga, terdapat pada sumber kontemporer dibanding dengan sumber berjauh lampau.
  • Dilihat dari asal tempat dibuatnya sumber bisa juga dibedakan antara sumber yang berasal dari dalam negeri sendiri dan sumber yang berasal dari luar negeri. Ini perlu untuk menentukan nilai dari kelompok sumber. Dari dalam biasanya sangat subyektif, sebaliknya dari luar disamping obyektif bisa juga kurang tepat karena dalam menggambarkan digunakan kacamata lain dan kerangka konseptuil yang tidak selalu sama. Jenid kedua biasanya berupa kisah perjalanan, laporan perlawatan atau hasil tinjauan-tinjauan.
  • Dilihat dari cara memperolehnya bisa dibedakan antara sumber langsung dan sumbr tidak langsung atau juga disebut sumber immediate  dan mediate. Penyusunan sumber secara langsung bisa dilakukan oleh mereka yang menghayati sendiri baik selaku pelaku ataupun selaku saksi hidup. Jenis sumber ini disebut sumber primer (sumber tangan pertama). Jenid sumber kedua diperoleh lewat perantara, yaitu orang lain yang tidak menyaksikan sendiri, sehingga dengan demikian derajat kesumberannya menjadi dipandang berkurang. Sumber sdemikian dikategorikan sebagai  sumber sekunder. Prinsip yang utama dalam metode sejarah ialah keharusan peneliti sejarah untuk melacak kembali sejauh mungkin sampai pada asalnya informasi, yaitu menghubungi tangan pertama yang menyaksikan atau mengalami sendiri peristiwanya. Prinsip demikian ini mulai menjadi pegangan sejak abad 19 ketika penulisan sejarah didasarkan pada metode kritis.
Pada akhir abad 18 Henry Griffet (seorang Jesuit) telah merintis penggunaan prinsip ini dengan menekankan perlunya sumber primer yang disebutnya “dokumen autentik” untuk membedakannya dari sumber sekunder.
Yang dapat dimasukkan dalam jenis sumber primer ialah hasil penyaksian langsung peristiwa, hasil partisipasinya, minut-minut (catatan penting) dalam konggres, parlemen, rapat, pengadilan, perjanjian, surat-surat keputusan dan secara umum ialah surat-surat resmi pemerintah, organisasi swasta, politik, autobiografi, buku harian. Sumber sekunder secara umum ialah hasil penyaksian yang tidak langsung dilakukan sendiri seperti yang ditulis oleh Livius, Herodotus, penulis-penulis babad dan sebagainya. Tetapi dapat terjadi bahwa sumber di satu pihak merupakan sumber sekunder tapi dilain pihak berisi pula keterangan-keterangan primer. Sebagai contoh Negarakertagama.

Dilihat dari status atau posisi penulis atau orang yang menghasilkan sumber, maka bisa dibedakan antara sumber pribadi (privaat) dan sumber resmi (official). Di sini orang yang menghasilkan suatu sumber bisa bertindak sebagai pribadi yang bebas atau sebaliknya kalau ia seorang pejabat sebagai pejabat resmi pemerintah atau badan tertntu atau mewakili kelompok tertentu. Contohnya sebagai seorang gubernur, sebagai presiden atau sebagai pimpinan partai, organisasi dan seterusnya. Bisa jadi seseorang sekaligus bisa menghasilkan kedua macam sumber tergantung pada kedudukan dan corak sumber yang dihasilkannya. Surat pribadi presiden adalah sumber perorangan, sedang surat yang ditulis olehnya sebagai Kepala Negara adalah sumber resmi.

 Klasifikasi atas dasar isinya
Atas dasar isi sumber bisa dibedakan antara berbagai jenis sumber menurut aspek atau persoalannya. Kalau menyangkut soal pemerintahan maka disebut sumber politik, menyangkut soal ekonomi disebut sumber ekonomi, persoalsn masyarakat disebut sumber sosial dan seterusnya.

Kalsifikasi atas dasar tujuannya
Atas dsar tujuan yang dikandung oleh sumber yang dihasilkan maka dibedakan antara sumber formal dan sumber informal.
Seseorang yang dengan sengaja menghasilkan suatu sumber dengan maksud agar supaya tujuan dari informasi yang terkandung dalam sumber itu diketahui orang baik itu berujud tulisan, pidato ataupun benda seperti monumen, sumber itu diklasifikasi sebagai sumber formal. Di sini unsur kesengajaan memegang peranan penting sekali. Yang demikian ini terutama akan terdapat pada pihak pemerintah dan badan-badan lain yang langsung mempunyai kepentingan dngan anggota masyarakat banyak, yang ingin supaya apa yang dilakukan, dipikirkan dan direncanakan diketahui oleh orang banyak dalam rangka menjalankan fungsinya.

Sebaliknya semua sumber, baik yang bersifat material ataupun non material, yang dihasilkan dngan tujuan tertentu tetapi sifatnya tidak untuk memberi informasi tentang masa lampau disebut sumber informal. Sebagai contoh sumber informal ini ialah bahan pakaian, bentuk dan jenis rumah, bahasa, hasil seni, mode, tingkah laku, adat, senjata dan sebagainya. Bisa terjadi bahwa satu sumber sekaligus bida disebut sebagai sumber formal dan sumber informal, bergantung dari mana kita akan melihatnya. Koran, misalnya diproduksi untuk memuat berita yang dengan sengaja dimaksudkan supay diketahui isinya. Tetapi dari sudut lain koran bisa dinilai dari bahanya, jenis tinta, lay out, harga langganan, ideologi atau apa yang diperjuangkannya dan seterusnya. Informasi jenis kedua ini banyak sekali jumlahnya, terutama akan ditemukan pada sumber masa pra sejarah, sebelum kesadaran sejarah cukup berkembang. Tetapi ini tidak berarti bahwa pada jaman sejarah jenis ini berkurang, bahkan semakin banyak sejajar dengan keanekaragaman hasil perbuatan manusia dalam menjalani hidupnya, dengan kata lain semakin meningkat kulturnya.
Baca Selengkapnya >>>

Modul PENGANTAR TENTANG FILSAFAT

Filsafat, sebagaimana selama ini sering didengar merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Dapat dikatakan bahwa seluruh disiplin maupun sub disiplin ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan penjabaran dari satu hasil pemikiran yang hakiki yang biasa dikenal sebagai filsafat. Secara eksplisit dapat juga disimpulkan bahwa tanpa adanya pemikiran akan sesuatu yang asasi tersebut maka tidak akan pernah ada ilmu pengetahuan seperti yang digeluti umat manusia masa kini.
Ilmu sejarah sebagai sub disiplin dari ilmu pengetahuan sosial memiliki dasar pemikiran hakiki tentang kesejarahan itu sendiri, dasar pemikiran tersebut adalah filsafat sejarah. Oleh karenanya dalam mengkaji ilmu sejarah diwajibkan pula untuk mendalami filsafat sejarah, dan untuk mengkaji filsafat sejarah maka diharuskan terlebih dahulu mengenal filsafat itu sendiri.
Pada modul pertama ini Anda akan diantarkan pada suatu pemahaman mengenai apa sebenarnya filsafat itu, apa tujuannya dan apa saja karakteristiknya. Mudah-mudahan Anda dapat memahami secara menyeluruh apa yang akan diuraikan dalam modul ini, sebab hal itu akan menjadi landasan dalam mempelajari modul-modul berikutnya.
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat:
  1. mendefinisikan filsafat
  2. mengidentifikasi obyek filsafat
  3. mengeksplorasi tujuan filsafat
  4. mendeskripsikan karakteristik pemikiran filsafat
Kemampuan-kemampuan tersebut sangat penting dikuasai oleh seorang guru sejarah maupun sejarawan. Pemahaman guru sejarah maupun sejarawan akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana guru tersebut mengajarkan materi sejarah, selain itu juga berpengaruh terhadap bagaimana seorang sejarawan merekonstruksi peristiwa sejarah.
Untuk membantu Anda mencapai kemampuan-kemampuan tersebut, dalam modul ini disajikan pembahasan disertai latihan dalam butir-butir uraian sebagai berikut.
  1. definisi filsafat
  2. obyek filsafat
  3. tujuan filsafat
  4. karakteristik pemikiran filsafat

Agar Anda berhasil dengan baik dalam mempelajari modul ini, ada beberapa petunjuk belajar yang dapat Anda ikuti.
  1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami secara tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini.
  2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci tersebut dalam kamus yang Anda miliki.
  3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran denga mahasiswa lain atau tutor Anda.
  4. Jika pembahasan dalam modul ini masih dianggap kurang, upayakan untuk dapat membaca atau mempelajari sumber-sumber lainnya yang relevan untuk menambah wawasan Anda dan mengadakan perbandingan-perbandingan.
  5. Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dalam modul dan melalui kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau teman sejawat sesama guru.
  6. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda sudah memahami dengan benar kandungan modul ini.
silakan di download

Modul filsafat
border="0"

Power Point Dosen

border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"
border="0"

 


Baca Selengkapnya >>>

Friday 10 February 2012

Pandangan Pada Abad Pertengahan Ibnu Khaldun

Filsafat sejarah spekulatif (The Peculative Philosophy of History), yaitu kajian diseputar dua makna kata sejarah itu sendiri. Kedua makna kata sejarah dimaksud, pertama sebagai proses historis dan kedua sebagai penulisan proses historis menurut kaidah-kaidah ilmu sejarah. Agak berbeda dengan ini, menurut Hegel, unsur filsafat sejarah sejenis ini cenderung kepada makna sejarah yang pertama di atas, yaitu fiolsafat sejarah sebagai proses historis. Maksudnya, seorang filosof sejarah spekulatif yaitu filsafat sejarah sebagai  faktual dalam keseluruhannya, dan berusaha menemukan suatu struktur dasar dalam arus sejarah. Dari itu filosof sejarah spekulatif menerawang kerja ahli sejarah lebih jauh. Kalau ahli sejarah menerangkan dan melukiskan peristiwa masa lalu dengan menerima kejadhan historis seperti, tetapi filosof sejarah lebih dari itu. Ia berusaha untuk mencari struktur dalam yang tersembunyi dalam proses historis. Filosof sejarah spekulatif berusaha menerangkan, mengapa sejarah berlangsung demikian dan hanya dapat berlangsung demikian?
Filsafat sejarah spekulatif, kancah operasionalnya, adalah untuk mengacu kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
Hendrik Rapar, dalam istilahnya jalur pertama, unsur filsafat sejarah jenis ini berupaya memandang proses sejarah secara menyeluruh, baru kemudian mencoba menafsirkannya sedemikian rupa, untuk memahami makna dan tujuan sejarah.

Pandangan Tokoh Muslim (Ibn Khaldun) tentang Filsafat Sejarah Spekulatif

Salah satu tokoh Islam yang dapat dikelompokkan sebagai filsuf sejarah spekulatif adalah Ibn Khaldun dengan karya monumentalnya Al-Muqaddimah. Nama lengkap Ibn Khaldun adalah Waliy Al-Din Abdurrahman Bin Muhammad Ibn Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M dan meninggal di Kairo pada Tahun 808/1406 SM. Ia merupakan salah seorang tokoh pengasas Ilmu sejarah dan Filsafat Sejarah, sebagaimana telah diakui oleh Robert Flint, G. Cairns, dll. Beliau hidup pada abad ke-14 Masihi yaitu ketika umat Islam mengalami zaman kemunduran dan perpecahan Sedangkan Eropah mengalami kebangkitan zaman Renaissans. Kemunduran yang dimaksudkan disini ialah berlakunya perpecahan dikalangan umat Islam dengan mazhab dan juga perpecahan dikalangan kaum Barbar, setengahnya mendukung pemerintahan al-Murabitin dan ada juga yang mendukung kerajaan al-Muwahhidun.

Akibatnya, umat Islam telah mengalami kemunduran dalam bidang intelektual yang mana kebanyakan karya-karya yang muncul ketika itu hanya berbentuk syarah terhadap karya-karya di zaman keagungan Islam yaitu sekadar memberi uraian dan penjelasan yang lebih mendalam terhadap sesebuah karya terdahulu. Berbeda dengan karya Ibn Khaldun yang telah menghasilkan sebuah ide baru khususnya dalam bidang pensejarahan. Beliau telah mempelajari bidang keagamaan ketika zaman mudanya yang secara tidak langsung mempengaruhi pemikiran beliau dan penulisan karya-karya beliau. Hal ini terbukti Ibn Khaldun telah meletakkan pengecualian terhadap mukjizat para nabi dalam konsep sebab-akibat di dalam filsafat dan metode sejarahnya. Pegangan inilah yang membedakan di antara seorang ilmuwan Islam dengan ilmuwan barat. Walaupun seseorang bebas untuk menggunakan akal fikiran dalam mengkaji alam, namun agama menjadi pembimbing dalam menentukan semua gerak kehidupan. Berbeda dengan konsep keilmuan dalam dunia barat yang menganggap agama sebagai pengungkung manusia mencapai kemajuan.
Ibn Khaldun telah menulis karya bersejarah seperti al-Muqaddimah yang merupakan pendahuluan karya besarnya al-I’bar menguraikan bahwa sejarah menjadikan kita mengenal kondisi masa lalu suatu bangsa yang direfleksikan dalam karakter kebangsaan. Hal ini yang menjadikan kita mengenal biografi nabi-nabi dan dinasti-dinasti dengan segala aturan kebijakannya. Penulisan sejarah juga menghendaki adanya sumber-sumber yang banyak dan varian pengetahuan yang tinggi. Ia juga mengharuskan ahli sejarah mempunyai pemikiran yang spekulatif dan ketelitian. Dua prinsip ini yang akan mengawalnya untuk mencapai kebenaran dan menjaganya dari kesalahan.

Kitab Muqaddimah tersebut merupakan pendahuluan sebuah kitab atau karya yang lebih besar berjudul Kitab al-’Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-khabar fi Ayyam al-’Arab wa Al-’Ajam wa al-Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawi al-Sulthan al-Akbar yang bermaksud Kitab iktibar dan himpunan tentang asal usul dan peristiwa hari-hari bangsa Arab, Persia, Barbar dan Orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuasaan yang kuat. Karya ini telah dibahagikan kepada empat bahagian yaitu Pendahuluan (al-Muqaddimah) yang membahaskan mengenai disiplin sejarah dan filsafat sejarah yang juga dibahas mengenai kesalahan-kesalahan para sejarawan terdahulu. Buku Pertama membincangkan hal peradaban secara umum, Dinasti, Raja dan pemerintahan, persoalan mencari harta pencarian dan perbincangan mengenai kepelbagaian ilmu pengetahuan. Buku Kedua, menguraikan tentang sejarah bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang sezaman dengannya seperti Qibti, Yunani, Romawi dan Turki. Buku Ketiga pula menghuraikan sejarah bangsa Barbar dan Zanatah, khususnya kerajaan dan negara-negara di Afrika Utara (Maghribi). Selain dari kitab al-Ibar yang terkandung di dalamnya kitab Muqaddimah, Ibn Khaldun juga telah menghasilkan sebuah kitab yang memaparkan otobiografi hidupnya. Kitab ini berjudul al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuh Garban wa Syarqan. Al-Ta’rif telah mencatatkan riwayat hidup Ibn Khaldun sejak masa mudanya hingga ke beberapa bulan sebelum kematiannya.Dari karya al-Muqaddimah inilah Ibnu Khaldun merumuskan hukum sejarah. Dalam pandangannya sejarah tidak lebih dari sekedar menguraikan tentang peristiwa-peristiwa, nama-nama penguasa atau silsilah keturunan dan angka-angka tahun. Menurut Ibn Khaldun pengetahuan itu tidak mewakili wawasan disiplin ilmu sejarah. Pemikiran Filsafat sejarah Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah secara luas dibahas dalam bab dua kitab al –I’bar.
Dalam karya Muqaddimah, Ibn Khaldun memuat beberapa prinsip yang berkaitan dengan konsep sejarah:
Dalam bab pertama, tentang “Kebudayaan Umat Manusia pada umumnya”.
Bab kedua, tentang “Kebudayaan Primitif (Badui) dan Bangsa-bangsa serta Suku-suku yang Biadab”. Uraian tentang watak keprimitifan dan kebudayaan, serta perbedaan antara keduanya. Juga dibahas prinsip-prinsip umum yang mengendalikan masyarakat, atau yang kini disebut dengan sosiologi dan filsafat sejarah.
Bab ketiga, tentang “Negara-negara Umum, Kerajaan, Khalafah, dan Jenjang-jenjang Kekuasaan”. Uraian tentang sebab-sebab yang menumbuhkan kekuasaan, cara mengukuhkan negara dan sebab-sebab yang membuat tetap tegak dan runtuhnya negara atau yang kini disebut dengan Ilmu Politik Praktis.
Bab keempat, tentang “Negeri-negeri, Kota-kota, dan seluruh Kebudayaan”. Dalam bab ini Ibn Khaldun menguraikan sistem yang harus diikuti kota-kota, berbagai faktor yang perlu diperhatikan, dengan faktor militer sebagai faktor utama.
Bab kelima, tentang “Penghidupan dengan Berbagai Segi Pendapatan dan Kegiatan Ekonomi”. Menguraikan berbagai bentuk perdagangan dan industri, dan juga berbagai kegiatan ekonomis dan profesi lainnya. Bab ini kini disebut dengan ekonomi politis.
Bab keenam, tentang “Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan, Pengajaran dan Metode-metodenya, beserta seluruh aspeknya”. Bab ini dapat disebut dengan Sejarah Sastra Arab.
  • Konsepsi Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah menurut Ibn Khaldun yaitu mengkaji fenomena-fenomena sosial secara lebih umum, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu dan mengkajinya dari segi tujuan yang ingin dicapai, serta hukum mutlak yang mengendalikannya sepanjang sejarah. Dalam pandangannya masyarakat merupakan mahluk histories yang hidup dan berkembang sesuai dengan hukum khusus, yang berkenaan dengannya. Hukum itu dapat diamati dan dibatasi lewat pengkajian terhadap sejumlah fenomena sosial. Ia berpendapat sesungguhnya ‘ashabiyyah merupakan asas berdirinya suatu negara, dan faktor ekonomis yang merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadinya perkembangan masyarakat. Dari pendapat itu, Khaldun dapat dianggap sebagai tokoh pelopor materialisme sejarah, jauh sebelum Karl Marx. Dengan karyanya terkenal sebagai perintis dan pelopor The Culture Cycle Theory of History, yaitu satu teori Filsafat sejarah yang telah mendapat pengakuan di dunia Timur dan Barat tentang kematangannya. Khaldun dengan teorinya berpendapat bahwa sejarah dunia itu adalah satu siklus dari setiap kebudayaan dan peradaban. Ia mengalami masa lahirnya, masa berkembang, masa puncaknya kemudian masa menurun dan akhirnya masa kehancuran. Khaldun mengistilahkan siklus ini dengan tiga tangga peradaban.

  • Aliran dan Konsepsi Gerak Sejarah Ibn Khaldun
Ibn Khaldun berafiliasi dalam tiga aliran filsafat sejarah. Pertama, Aliran Sejarah Sosial. Aliran ini berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial dapat ditafsiri, dan teori-teorinya dapat diikhtisarkan dari fakta-fakta sejarah.

Kedua, Aliran Ekonomi. Aliran ini menginterpretasikan sejarah secara materialis dan menguraikan fenomena-fenomena sosial secara ekonomis. Di samping itu, setiap perubahan dalam masyarakat, dan fenomena-fenomenanya, mengembalikan pada faktor ekonomi. Setiap perubahan dalam masyarakat dan fenomena-fenomenanya merujuk pada faktor ekonomi. Karl Marx adalah tokoh yang mengembangkan aliran Filsafat sejarah ini.
Ketiga, Khaldun berafiliasi dengan aliran geografis. Aliran ini memandang manusia sebagai putra alam lingkungan, dan kondisi-kondisi alam disekitarnya. Oleh karena itu, dalam penyerahannya, seseorang, masyarakat-masyarakat, dan tradisi-tradiosinya dibentuk oleh lingkungan dan alam dimana ia berada. Alam dan lingkungan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat, walaupun manusia sendiri juga dapat mempengaruhi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Ibn Khaldun fenomena-fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan. Demikian juga dengan gerak sejarah, ia mengalami perkembangan, yaitu mempunyai corak dialektis.
Seperti halnya pendapat St Augustinus, Ibn Khaldun sependapat bahwa gerak sejarah itu ditentukan oleh karsa Tuhan. Tetapi, Ibn Khaldun sedikit berbeda dengan pemikiran St Augustinus yang menitik beratkan pada kehidupan akhirat. Ia menyatakan bahwa memikirkan dan mencari kehidupan duniawi, berarti dunia materi dalam sejarah adalah penting dalam kehidupan manusia. Sejarah itu merupakan peristiwa masa silam yang berdasar pada realitas, kenyataan hidup. Sebagai seorang ilmuwan sosial dalam mengkaji gejala-gejala sosial perlu menggunakan metode sejarah obyektif, menerangkan berbagai gejala sosial serta deskriptif dan menjelaskan kejadiannya tanpa memberi kesimpulan dari deskrispsi tersebut. Bagi Ibn Khaldun , sejarah dimaknai sebagai biografinya negara atau masa silamnya politik. Sejarah itu merupakan hasil tentang perubahan  masyarakat, dapat berupa terjadinya revolusi, pemberontakan, peperangan, pergantian tata-nilai, adat istiadat, dan sebagainya.
Ibn Khaldun telah membahas banyak hal mengenai kemasyarakatan dalam bukunya yang termashur Muqadimmah. Ditelitinya pengaruh gejala-gejala geografis pada warna kulit manusia dan akhlaknya. Ia berbicara masalah pertumbuhan negara-negara dan hubungannya dengan agama, tentang sistem pemerintahan, konstitusi, bangsa-bangsa dan kehancuran kekuasaanya sebab tenggelam dalam kemewahan dan bergantung pada laskar-laskar bayangan.
Membanding isi pemikiran filsafat sejarah St Augustinus dan Ibn Khaldun, paling tidak didapatkan tiga perbedaan pokok diantara pemikiran kedua tokoh itu, yakni :
  1. Konsep pemikiran St Augustinus menempatkan kedudukan manusia cenderung mudah menyerah, pasif, karena peran Tuhan yang begitu aktif. Sebaliknya, konsep pemikiran Ibn Khaldun bahwa manusia harus berjuang, aktif, untuk dapat memperbaiki nasib manusia itu sendiri, demikian pula masyarakatnya.
  2. Ajaran St Augustinus kurang memberikan tempat terhadap arti pentingnya akal pikir, karsa tuhan tidak dapat terselami oleh akal pikir manusia. Sedangkan menurut Ibn Khaldun, pengertian sejarah mengandung unsur-unsur rasional dan sekuler, ke arah masyarakat modern. Ia juga mengemukakan suatu teori tentang negara.
  3. Bagi St Augustinus tujuan searah menuju ke arah sejarah keselamatan, manusia mencapai pada kehidupan yang abadi. Sebaliknya, bagi Ibn Khaldun tujuan searah adalah mempelajari hubungan terjadinya perubahan, perkembangan, ikut membicarakan kehidupan manusia pada masa depan. Peneliti sejarah akan berguna jika berdasar pada kajian terhadap masyrakat yang ditulis sejarahnya itu.

  • Faktor yang Mengendalikan dan Mempengaruhi Perjalanan Sejarah
Segala sesuatu yang ada di alam selalu berkembang, termasuk diantaranya negara, adat kebiasaan (tradisi), agama dan profesi. Menurut Khaldun, ada 3 faktor yang dominan yang mempengaruhi dan mengendalikan perkembangan perjalanan sejarah dari waktu ke waktu. Ketiganya akan diurutkan berikut ini;
  1. Faktor ekonomi
  2. Faktor geografis, lingkungan dan iklim
  3. Faktor agama
Dalam pandangan Ibn Khaldun ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi dan mengendalikan perkembangan perjalanan sejarah dari waktu ke waktu. Pertama, faktor ekonomi. Menurut Ibn Khaldun kegiatan ekonomi menentukan bentuk kehidupan. Perbedaan agama seseorang bisa lahir karena penghidupan, keadaan dan waktu. Kegiatan ekonomi menjadi salah satu yang terpenting dalam mengendalikan kehidupan sosial, politik, moral masyarakat dan pikiran mereka. Kedua, faktor geografis, lingkungan dan iklim. Pengaruh geografi misalnya orang yang menempati kawasan yang kaya hasil bumi, biasanya cenderung malas-malasan dan pengaruhnya mereka akan malas serta lamban dalam berpikir. Sedangkan orang yang menempati kawasan yang miskin hasil bumi, cenderung rajin dalam bekerja karena makanannya terbatas tetapi minda mereka lebih tajam. Ketiga, faktor agama. Ibn Khaldun meyakini adanya pengaruh dan pengarahan Tuhan terhadap segala yang terjadi. Ia berkesimpulan bahwa hubungan antara Tuhan dan manusia wujud pada setiap ruang dan masa. Alam dan seisinya dibagikan kepada manusia sebagai khalifah-Nya. Sisi inilah yang membuktikan bahwa Ibn Khaldun merupakan seorang pemikir dan ahli Filsafat sejarah Islam. Ia mampu menghubungkan antara ekonomi, alam dan hukum determinisme dalam sejarah.

Berkaitan dengan hukum determinisme sejarah, Ibn Khaldun menguraikannya dalam tiga hukum. Pertama, Hukum Sebab-Akibat (Legal Causality) yaitu hukum determinisme yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kealaman pada asal mulanya. Khaldun menerapkan dan menjadikan hukum ini sebagai salah satu diantara dua prinsip Filsafatnya. Ia meyakini adanya hubungan sebab-akibat antara realitas dengan fenomena. Ia berasumsi bahwa semua realitas di alam ini dapat dicari hukum kausalitasnya. Kecuali mukjizat para nabi dan karomah para Wali. Kedua, Hukum Peniruan (Legal Copying). Menurut Khaldun peniruan itu sendiri merupakan satu hukum yang umum. Peniruan bisa menyebabkan kesamaan sosial. Ia menguraikan bahwa kelompok yang kalah selalu meniru kelompok yang menang dalam pakaian, tanda-tanda kebesaran, aqidah dan adat. Ketiga, Hukum Perbedaan (Legal Differences). Hukum ini juga diasumsikan sebagai salah satu hukum determinisme sejarah. Masyarakat menurut Ibn Khaldun tidaklah sama secara mutlak, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang harus diketahui oleh sejarawan. Lebih jauh Ibn Khaldun menghubungkan bahwa perbedaan-perbedaan semakin membesar karena faktor geografis, fisik, ekonomi, politik, adat istiadat, tradisi dan agama.

Selain itu menurut Ibn Khaldun, sumber (rujukan) memainkan peranan menjadikan sebuah karya itu berwenang atau sebaliknya. Sumber bisa dibagi dua jenis yaitu sumber pertama yang disebut sebagai sumber primer dan sumber kedua yang disebut sebagai sumber sekunder. Sumber pertama adalah sumber yang berada dalam keadaan asli atau sebelum ditafsirkan. Sedangkan sumber kedua ialah merupakan hasil ataupun karya yang ditulis seseorang terhadap sesuatu peristiwa atau perkara yang didasarkan kepada sumber pertama. Ibn Khaldun telah menggunakan pendekatan atau kaidah ilmu hadith dalam menilainya terhadap sumber yang mengandung informasi berkaitan dengan syariat Islam. Kaidah ilmu hadith yang dimaksudkan disini dengan jalan mengkaji dari sudut periwayatan dari seorang individu kepada individu yang lain sehinggalah ianya sampai ke Nabi Muhammad SAW. Metode ini dapat dilihat melalui kitab-kitab Hadis seperti Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, di awal setiap hadis yang dikemukakan pastinya memaparkan periwayat-periwayat hadis tersebut sehingga ke periwayat yang mendengar sendiri daripada Rasullullah s.a.w. Kaedah ilmu hadis juga menekankan konsep tsiqah dalam menilai diri seseorang periwayat. Sekiranya dapat dibuktikan bahwa periwayat tersebut mempunyai sifat-sifat tercela seperti pembohong, pengkhianat bahkan banyak berkata yang sia-sia sekalipun, maka serta-merta hadith yang dibawa olehnya akan tertolak. Berkenaan informasi yang berkaitan syariat Islam, Ibnu Khaldun menyatakan:

“ Para sarjana yang kritis beranggapan bahwa apa yang dianggap relevan itu adalah sebagian informasi sejarah dalam arti kata yang sebenar-benarnya. Atau interpretasi yang tidak dapat diterima akal oleh golongan cendekiawan itu adalah sesuatu yang akan membuatkan informasi itu diragukan kesahihannya. Kritik terhadap personal seharusnya dilakukan yang kewajarannya (atau yang dilihat kurang wajar) dalam hal agama Islam. Sebabnya, informasi yang berhubungan dengan Islam adalah yang menyentuh hukum-hukum sebagaimana yang telah ditetapkan.Hal ini merupakan suatu perintah dan larangan yang menghendaki setiap orang Islam mematuhinya. Cara untuk memastikannya dg benar adalah dengan memastikannya datang dari seorang yang berkelakuan jujur”

Para sejarawan seharusnya juga mahir untuk menafsir peristiwa-peristiwa sejarah secara falsafah sehingga sejarah tersebut menjadi sesuatu yang ilmiah. Dalam membuat analisis dan persepsi terhadap sesuatu peristiwa sejarah, Ibn Khaldun telah meletakkan beberapa syarat atau pegangan yang harus dihindari ditulis di dalam kitab Muqaddimah sebagai kelemahan-kelemahan sejarawan terdahulu. Diantaranya :
  1. Sikap memihak kepada mazhab atau golongan tertentu.
  2. Terlalu bergantung kepada informasi yang telah diceritakan.
  3. Gagal memahami maksud dari apa yang dilihat atau didengar seterusnya.
  4. Menyampaikan informasi tersebut dalam bentuk andaian saja.
  5. Keyakinan yang salah terhadap sesuatu yang benar.
  6. Tidak mampu menempatkan sesuatu peristiwa pada kedudukan realitas yang sebenarnya.
  7. Kecenderungan untuk mendekatkan diri kepada penguasa.
  8. Tidak mengetahui hukum-hukum dan karakter perubahan di dalam masyarakat.

KESIMPULAN

Filsafat sejarah spekulatif (The Peculative Philosophy of History), yaitu kajian diseputar dua makna kata sejarah itu sendiri. Kedua makna kata sejarah dimaksud, pertama sebagai proses historis dan kedua sebagai penulisan proses historis menurut kaidah- kaidah ilmu sejarah. Filsafat sejarah spekulatif, kancah operasionalnya, ad`lah untuk mengacu kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
Filsafat sejarah menurut Khaldun adalah, bahwa kalau sosiologi mengkaji fenomena- fenomena sosial, baik tentang masyarakat yang masih berkembang ataupun yang telah mapan, yang di kaji secara eksperimental, maka filsafat sejarah mengkaji fenomena- fenomena tersebut secara lebih umum, dibatasi oleh ruang dan waktu, dan mengkajinya dari segi tujuan yang ingin di capai, serta hukum mutlak yang mengendalikannya sepanjang sejarah.
Pandangan Filsafat Ibn Khaldun, yaitu :
  1. Semua fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan.
  2. Perubahan merupakan hal yang inheren dan niscaya dalam kehidupan masyarakat manusia.
  3. Hukum perkembangan tidak berupa lingkaran ataupun garis lurus, melainkan berbentuk spiral.
  4. Ada sejumlah faktor yang mengendalikanperkembangan, yaitu :
  • Ekonomi (Bentuk-bentuk produksi).
  • Lingkungan alam (Iklim dan kondisi geografis).
  • Agama (Tuhan).
     5.    Hubungan diantara ketiga faktor tersebut adalah komplementer, meskipun sebagai seorang muslim Khaldun tetap mengakui secara implisit peranan lebih dari faktor Agama (Tuhan) : “Kehidupan sosial mungkin berlangsung tanpa agama dan politik pun dapat tegak tanpa aturan agama. Namun agamalah yang mendorong perkembangan kedepan serta menjadikan kehidupan sosial lebih utama.     6.    Muara perkembangan adalah kesempurnaan hidup (Kebahagiaan dunia dan akhirat).












Shere Power Point
border="0"

Baca Selengkapnya >>>