Friday 28 August 2015

PENGARUH SOSIALISME, KOMUNISME, ERO-KOMUNISME DAN NEW LEFT TERHADAP KENYATAAN SEJARAH PERADABAN MANUSIA



Sosialisme pada masa penjajahan banyak mendapat simpati dari bangsa pribumi. Paham sosialisme semakin banyak berpengaruh setelah konsep ini dijadikan sebagai salah satu senjata menghadapi kolonialisme dan imperialisme. Di negara-negara Asia – Afrika, banyak pemimpin yang tertarik dengan ajaran sosialisme.

Merumuskan apa yang dinamakan sosialisme dalam arti sosial-demokrat merupakan hal yang tidak mudah. Banyak sekali perbedaan telah timbul, baik daam teori yang dicanangkan maupun dalam praktek yang dilaksanakan, terutama jika suatu partai sosial menguasai pemerintahan di negaranya. Hal ini disebabkan berbeda dengan ajaran komunis yang berlandaskan pemikiran marx dan Lenin, aliran sosial-demokrat tadak berpagang pada ajaran satu atau dua orang tertentu saja. Akan tetapi dengan mempelajari program dan kegiatan kaum sosial-demokrat di Eropa Barat yang yang tergabung dalam partai-partai sosialis, terutama di swedia, Inggris dan Jerman Barat , kami dapat menangkap beberapa asas dan pemikiran termaktubb dalam apa yang dinamakan ‘’konsensus sosial-demokrat”.

            Pada umumnya sosialisme yang dianut partai-partai ini bersikap kritis terhadap milik pribadi, terutama milik pribadi dari alat-alat produksi. Sosialisme ini berusaha untuk meniadakan atau mengurangi ketimpangan-ketimpangan dalam masyarakat melalui pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil. Untuk itu dirasakan perlu mengatur masyarakat melalui aparatur negara dan menyelenggarakan ekonomi terencana dengan kecenderungan lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan orang perorangan.

            Dalam usaha mencapai cita-cita ini, para sosialisme berkeinginan untuk memaksakan perubahan radikal dan menghancurkan sistem kapitalis melalui revolusi. Mereka cenderung untuk melaksanakan pembaruan-pembaruan dengan mentaati prosedur konstitusional melalui jalan parlementer. Mereka menjunjung tinggi hak-hak asasi dan pemilihan umum yang bebas serta demokratis, kendatipun pemilihan umum itu dapat saja menyebabkan kekalahan dan jatuhnya pemerintahan mereka. Jadi, sosialisme dewasa ini merupakan usaha untuk menyelaraskan perencanaan ekonomi, pengendalian pasaran, nasionalisasi sebagian dari industri, melalui proses parlementer politik dan dengan mempertahankan kebebasan-kebebasan yang biasanya dianut dalam akal pikiran liberalisme.

            Sosialisme timbul di Eropa pada awal abad ke-19 karena keprihatinan atas ekses-ekses dari revolusi industri. Pada awal abad ke-19 kemajuan-kemajuan- kemajuan dan penemuan-penemuan baru di bidang teknologi telah berkembang dengan pesat dan membuka cakrawala baru di bidang produksi dan perdagangan. Perubahan-perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa sehingga dikatakan bahwa dalam masa lima puluh tahun transformasi masyarakat lebih besar daripada dalam masa tiga abad sebelumnya.

            Akan tetapi perubahan-perubahan tersebut juga membawa kesengsaraan yang luar biasa, terutama bagi rakyat kecil, yaitu petani di daerah pedesaan dan pengrajin di kota-kota. Struktur masyarakat feodal hancur. Sistem gilda yang selama itu mengatur dan menjamin kehidupan warganya serta membawa kebahagiaan serta perlindungan pada pengrajin yang berkarya, menjadi hancur dengan didirikannya pabrik-pabrik dimana buruh hanya mengerjakan sebagian kecil dari produk yang dihasilkan. Petani yang tidak lagi memperoleh nafkah di daerah pedesaan karena disintegrasi sistem feodal lari ke kota. Kota-kota ini menjadi penuh sesak, perumahan menjadi langka dan sama sekali tidak memadai. Timbul penyakit seperti tifus, kolera, dan kelaparan serta kemelaratan merajalela di kota-kota. Mereka terpaksa bekerja di pabrik-pabrik, tetapi jumlah pencari kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang ada, timbullah persaingan tajam antara pria dan wanita serta anak-anak, yang upahnya lebih sedikit dari pria. Jam kerja sangat panjang, biasanya mencapai 16 sampai 18 jam sehari, dan lingkungan kerja yang kotor, pengap, serta sama sekali tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan. Perbedaan antara orang kaya dan orang miskin demikian menyolok sehingga menurut Perdana Menteri Inggris Benjamin Disraeli, seolah-olah di Inggris ada dua bangsa, yang kaya dan yang miskin, yang tidak kenal satu sama lain.

            Beberapa cendekiawan di Perancis dan di Inggris di antaranya Saint Simon, Charles Fourier dan Robert Owen tergugah oleh kesengsaraan ini dan ingin memperbaiki keadaan. Pada umumnya mereka mencita-citakan suatu masyarakat yang lebih egaliter dimana kekayaan dibagikan secara lebih merata dan milik pribadi serta persaingan dibatasi. Mereka menekankan perlu adanya kerja sama antara berbagai kelas sosial dan ingin mempertahankan keakhlakan yang tinggi. Mereka cenderung mengadakan eksperimen dengan mendirikan pemukiman-pemukiman yang diatur sesuai dengan cita-cita mereka.

            Saint Simon (1760-1825) misalnya berpendapat bahwa masalah-masalah sosial yang dihadapi dapat diatasi jika masyarakat diatur menjadi asosiasi produktif yang pimpinannya diserahkan kepada para teknokrat dan ahli-ahli industri, yang mengatur kehidupan secara rasional dan mengendalikan kekuatan-kekuatan ekonomi termasuk usaha swasta. Dia menginginkan agar alat-alat produksi menjadi milik masyarakat, tetapi tidak bermaksud menghapuskan sama sekali milik pribadi selama merupakan hasil kerja sendiri, artinya bukan warisan atau hasil eksploitasi terhadap orang lain.

            Fourier (1772-1837) berpendapat bahwa suatu kehidupan yang sehat hanya dapat dicapai dalam kesatuan-kesatuan kecil, yang dinamakannya phalanx. Setiap phalanx yang terdiri dari kira-kira 1.600 orang diatur sedemikian rupa sehingga tiga unsur yang menurut Fourier antagonistik secara alamiah yaitu modal, buruh, dan bakat, dapat bekerjasama dengan harmonis. Setiap phalanx adalah otonom, swasembada, dan berbentuk semacam koperasi.

            Di Inggris, Robert Owen (1771-1858), seorang industriwan, berusaha melaksanakan ajarannya dalam praktek. Dalam suatu pabrik tekstilnya di New Lanark, Skotlandia. Owen mengurangi jam kerja dari 17 menjadi 10 jah per hari dan melarang anak di bawah umur 10 tahun bekerja di pabriknya.

            Tiga orang ini tidak berhasil dalam usaha menerapkan cita-cita mereka. Mereka terlalu naif mengira bahwa belas kasihan, perikemanusiaan, keteladanan, dan persuasi dapat menciptakan suatu dunia yang lebih sempurna. Mereka tidak menyadari bahwa tanpa konsepsi yang jelas tentang bentuk masyarakat yang ingin dibentuk, cita-cita akan menjadi angan-angan saja. Tidak mengherankan jika pada akhirnya mereka diberi julukan sosialis utopis. (utopi adalah dunia khayalan).

            Seorang yang juga terkesan oleh kesengsaraan akibat revolusi industri adalah Karl Marx (1818-1883), seorang yahudi Jerman. Dia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaiki secara tambal sulam, tetapi sendi-sendinya perlu dirombak secara radikal sampai terjadi transformasi total. Ia menyusun suatu teori sosial yang menurutnya didasari hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti akan terlaksana. Belakangan, Marx disebut-sebut sebagai sosialis ilmiah.

            Sementara itu partai-partai buruh di Eropa Barat maju dengan pesat dan berkembang menjadi kekuatan politik yang penting di negara masing-masing. Di Jerman telah berdiri dua partai buruh, satu dipimpin oleh pengikut-pengikut Ferdinand Lasalle, dan yang lain, yang lebih banyak unsur Marxisnya, dipimpin oleh August Babel dan Wilhelm Liebknecht. Kedua kelompok ini mengadakan fusi di Gothaa pada tahun 1975, dan partai baru yang terbentuk adalah partai Sosial Demokrat Jerman, menjadi partai buruh yang terkuat di Eropa dewasa itu.

            Di Inggris, lahir gerakan sosialis yang agak independen dari aliran Marxis yang mendapat inspirasi dari suatu organisasi kecil yang telah berdiri sejak tahun 1884 dengan nama Fabian Society. Di bawah pimpinan cendekiawan Sidney dan Beatrice Webb, organisasi ini memperjuangkan peningkatan taraf hidup kaum buruh dengan suatu sosialisme yang tidak mencanangkan ide-ide yang terlalu muluk, tetapi lebih bersifat pragmatis. Mereka memperjuangkan program-program nyata untuk memperbaiki nasib kaum buruh, dan karena itu usaha mereka sering dinamakan sosialisme gas dan air.

            Menjelang Perang Dunia I (1914-1918) timbul perpecahan dalam tubuh internasionale II mengenai sikap terhadap perang yang sudah di ambang pintu. Dari awal internasionale II mencanangkan bahwa solidaritas buruh lebih kuat dari loyalitas pada negaranya karena buruh tidak mempunyai tanah air. Dianjurkan agar para anggotanya menolak dinas militer dan melakukan pemogokan umum jika pecah perang. Akan tetapi pada saat Perang Dunia I pecah, ternyata bahwa bagi buruh sosialis umumnya, solidaritas nasional lebih kuat daripada solidaritas kelas dan mereka beserta massanya memihak pada pemerintah masing-masing. Dengan demikian praktis internasionale II mati pada awal perang dunia II, sekalipun secara resmi baru dibubarkan pada tahun 1924.

            Setelah perang dunia I, jurang antara pihak moderat dan pihak revolusioner tak terjembatani lagi. Dimana-mana golongan kiri memisahkan diri dan membentuk partai komunis.

            Sementara itu dalam kurun waktu antara dua perang dunia (1919-1942) partai-partai sosialis di Eropa Barat berhasil berkembang sekalipun mereka berjuang di dua front, yaitu melawan kaum borjuis yang takut pada perubahan dalam status quo dan melawan kaum komunis yang menganggap kaum sosial demokrat sebagai pengkhianat terhadap perjuangan buruh. Dalam pemilihan umum di negara masing-masing ternyata mereka berhasil menarik banyak suara dan memperoleh kursi dalam parlemen. Berdasarkan pengalaman ini mereka lebih yakin bahwa proses dan prosedur pemilihan umum yang demokratis dapat menguntungkan perjuangannya dan bahwa jalan parlementer dapat dimanfaatkan untuk sedikit banyak mengubah masyarakat. Melalui peranan dalam pemerintahan dan parlemen, mereka menjadi suatu kekuatan yang penting dalam negaranya masing-masing. Partai-partai sosialis di Eropa Barat juga banyak yang mencela perkembangan di Uni Soviet yang banyak menggunakan kekerasan.

Jadi, jelaslah bahwa pada umumnya partai-partai sosialis di Eropa Barat berhasil mendirikan negara sejahtera di masing-masing wilayahnya. Dengan memanfaatkan kekuasaan pemerintahan, mereka berusaha menjamin suatu taraf hidup yang baik bagi semua warganya. Selain itu mereka juga memberikan pelayanan sosial terutama di bidang pendidikan dan kesehatan serta bantuan masa tua (pensiun) dan bantuan bagi penyandang cacat. Semua itu dijalankan melalui perencanaan ekonomi dan sistem perpajakan yang bertujuan meratakan kekayaan, dengan terutama meletakkan beban yang lebih berat kepada golongan yang kaya. Sekalipun banyak diantara mereka yang tidak setuju dengan sistem kapitalis, tetapi mereka menyadari bahwa masyarakat yang ada diberi kesempatan luas untuk melaksanakan kebebasan demokratis dalam berbagai bidang sehingga hak asasi ekonomi dan politik terselenggara seimbang.

Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.

Ideologi komunisme di Tiongkok agak lain daripada dengan Marxisme-Leninisme yang diadopsi bekas Uni Soviet. Mao Zedong menyatukan berbagai filsafat kuno dari Tiongkok dengan Marxisme yang kemudian ia sebut sebagai Maoisme. Perbedaan mendasar dari komunisme Tiongkok dengan komunisme di negara lainnya adalah bahwa komunisme di Tiongkok lebih mementingkan peran petani daripada buruh. Ini disebabkan karena kondisi Tiongkok yang khusus di mana buruh dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari kapitalisme.


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Taufik dan Surjomihardjo, Abdurrachman. 1985b. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: PT. Gramedia.

Arif, Saiful. 2000. Menolak Pembangunanisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bachtiar, Harsya. 1974. Percakapan Dengan Sidney Hook Tentang 4 Masalah Filsafat. Jakarta: Jambatan.

Budiardjo, Miriam. 1984. Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi. Jakarta: PT. Gramedia.

Downs, Robert. 1961. Buku-Buku yang Merubah Dunia. Jakarta: PT. Pembangunan.

E-edukasi. 2009. Paham-Paham yang Berkembang di Dunia. [serial on line]. http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=105&fname=sej202_09.htm. [25 Januari 2009].

E-Samarinda. 2009. Ero-Komunisme. [serial on line]. http://www.e-samarinda.com/forum/index.php?showtopic=2316&pid=36605&st=20&#entry36605. [25 Januari 2009].

Mestoko, Sumarsono. 1985. Indonesia dan Hubungan Antar Bangsa. Jakarta: Sinar Harapan.

Noer, Deliar. 1982. Pemikiran Politik di Negara Barat. Jakarta: CV. Rajawali.

Soeratman, Darsiti. 1965. Sejarah Afrika Zaman Imperialisme Modern. Yogyakarta: Vita.

Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Swastika, Kayan. 2007. Sejarah Intelektual Modul Bahan Belajar Mandiri. Jember: IKIP PGRI Jember.

Ward, Barbara. 1933. Lima Pokok Pikiran yang Merubah Dunia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wikipedia. 2009g. New Left Kiri Baru. [serial on line]. http://id.wikipedia.org/wiki/New Left Kiri Baru. [25 Januari 2009].

Wikipedia. 2009i. Sosialisme. [serial on line]. http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme. [25 Januari 2009].

Wikipedia. 2009j. Sosialisme Utopis. [serial on line].

William Ebenstein. 1987. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga.
            
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment