A. TRADISI LISAN
Termasuk sumber tak tertulis adalah sumber lisan atau
sejarah lisan atau juga tradisi lisan (oral sources). Sumber lisan ini
memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya sebagai sumber sejarah. Dalam
sejarah tradisional sumber sejarah lisan dapat berbentuk cerita rakyat (folklore),
mitos, legenda, cerita penglipur lara, dan silsilah ( genealogi ). Di sepanjang pantai selatan Jawa berkembang mitos
Nyai Roro Kidul. Raja Mataram menurut
mitos Jawa beristerikan Nyai Roro Kidul, Ratu makhluk halus penguasa
Lautan Selatan. Cerita-cerita raja-raja
Jawa pada zaman dahulu semula berbentuk cerita tutur (lisan), namun kemudian cerita tutur itu ditulis dan
dibakukan menjadi Serat Kandha, yang
artinya tetap sama, ialah cerita tutur (lisan). Buku Babad Tanah Jawi
yang memuat sejarah raja-raja Mataram bagian awalnya banyak bersumber dari
Serat Kanha.
Dewasa
ini kedudukan sejarah lisan (oral history)
semakin menjadi penting. Sumber sejarah lisan bersifat komplementer terhadap
sumber-sumber tertulis. Melalui wawancara sumber-sumber lisan dapat diungkap
dari para pelaku-pelaku sejarah. Bahkan
peristiwa-peristiwa sejarah yang belum jelas betul persoalannya sering
dapat diperjelas justru berdasarkan pengungkapan sumber-sumber sejarah lisan.
Tradisi lisan (oral
tradition atau oral history) adalah pesan-pesan verbal berupa
pernyataan-pernyataan yang pernah disampaikan oleh generasi di masa lampau
(paling sedikit 1 generasi). Tradisi lisan berarti pula kumpulan kenangan
(memori) seseorang mengenai peristiwa yang dialami atau dilihat sendiri atau
disusun oleh generasi sezaman.
Selain dua pengertian tersebut di
atas, ada pula yang mengartikan sebagai kebiasaan dan kebudayaan suatu kelompok
masyarakat yang disampaikan secara lisan untuk mengabadikan
pengalaman-pengalaman kelompok masa lampau melalui cerita yang diteruskan
secara turun-temurun (dari generasi ke generasi).
Menurut Djajawanai, fungsi dan tujuan
tradisi lisan antara lain sebagai alat “mnemonic kolektif” (upaya untuk
merekam, menyusun, dan menyimpan pengetahuan guna pengajaran dan pewarisannya),
untuk pegangan generasi yang akan datang, untuk menumbuhkan kebanggaan kolektif
dan sebagai sumber bagi sejarah lokal.
Bentuk tradisi lisan menurut Bascom
antara lain: mitos, legenda dan dongeng. Sedangkan sifat isinya adalah (1) dari
mulut ke mulut, (2) variatif, (3) anonim, dan (4) pralogis. Tradisi lisan
terjadi pada masyarakat yang belum mengenal tulisan.
Hal-hal yang tampak dalam tradisi lisan antara lain
adalah (1) pesan-pesan yang berupa pernyataan-pernyataan lisan yang diucapkan,
dinyanyikan atau disampaikan lewat musik. Dasi sini tampak jelas perbedaan
antara tradisi lisan dan tradisi tertulis, dimana pesan-pesan itu disampaikan
delam bentuk teks tertulis; (2) tradisi lisan berasal dari generasi ke
generasi, paling sedikit satu generasi. Dalam hubungan ini tradisi lisan harus
dibedakan dengan sejarah lisan (oral history), karena sejarah lisan
bukan berasal dari generasi sebelumnya tetapi disusun oleh generasi sezaman,
biasanya juga menggunakan antara lain tradisi lisan itu.
Macam-macam tradisi lisan menurut Vansina antara lain
adalah (1) petuah-petuah, yaitu rumusan kalimat yang dianggap punya arti khusus
bagi kelompok yang biasanya untuk menegaskan pegangan bagi kelompok tersebut;
(2) kisah tentang kejadian-kejadian di sekitar kehidupan kelompok, baik sebagai
kisah perseorangan misalnya cerita Roro Anteng dan Jaka Seger, maupun kisah
kelompok misalnya masyarakat Seblang di Banyuwangi; (3) cerita kepahlawanan
yang berisi bermacam-macam gambaran tentang tindakan kepahlawanan yang
mengagumkan bagi kelompok pemiliknya yang biasanya berpusat pada tokoh-tokoh
pimpinan masyarakat, misalnya cerita Pak Sakera dari Madura.
Menurut James Danandjaja,
ciri-ciri tradisi lisan antara lain:
Ø Penyebaran dan
pewarisannya dilakukan secara lisan dengan tutur dari mulut ke mulut.
Ø Mempunyai sifat
tradisional dalam penyebarannya, antara relatif tetap atau dalam bentuk standar
dalam beberapa generasi.
Ø Terjadi banyak variasi
atau versi-versi tertentu sebagai hasil proses interpolasi yang diakibatkan
oleh cara penyebaran secara tutur kata, meskipun variasinya sering hanya untuk
luarnya saja, bukan pada inti ceritanya.
Ø Bersifat anonim
Ø Digunakan sejumlah
kata-kata klise baik untuk kata-kata pembuka atau penutupnya, ataupun untuk
perumpamaan-perumpamaan yang memang diperlukan untuk menekankan penggambaran
yang berlebih-lebihan.
Ø Punya fungsi penting dalam
kehidupan kolektifitas yang memilikinya, misalnya sebagai alat pendidikan,
protes sosial, proyeksi keinginan terpendam atau sekedar pelipur lara.
Ø Punya logika khusus yang
sering disebut pralogis, yang memang berbeda dengan logika umum.
Ø Merupakan milik bersama
suatu kolektifitas yang mana ini bisa dimengerti sebagai akibat dari sifat
anonim dari tradisi lisan.
Ø Akhirnya bisa dimungkinkan
sifat lugu yang disebabkan oleh kenyataan bahwa tradisi lisan merupakan
proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya (Danandjaja, 1986: 3-4
dalam Widja, 1991: 60).
Hal-hal
positif yang dimiliki tradisi lisan sebagai sumber sejarah, utamanya bagi
penulisan sejarah lokal adalah (1) memuat informasi yang sangat luas tentang
kehidupan suatu komunitas dengan berbagai aspeknya. Dalam hal ini sumber-sumber
lainnya termasuk sumber tertulis tak akan mampu menandinginya dalam hal
keluasan cakupan isinya; (2) sifatnya yang sebagai informasi dari dalam.
Atas
dasar hal-hal tersebut maka tradisi lisan bagaimanapun juga punya arti penting
dalam usaha merekonstruksi masa lampau suatu masyarakat atau komunitas
tertentu, yang umumnya ini menjadi kajian khusus sejarah lokal.
B. HISTORIOGRAFI TRADISIONAL
Menurut
T. Abdullah, historiografi tradisional adalah tulisan sejarah yang tidak
menggunakan metode keilmuan sejarah. Historiografi tradisional terjadi pada
masyarakat yang sudah mengenal tulisan. Bentuk-bentuk historiografi tradisional
antara lain: babat dan tambo.
Dokumen-dokumen ini memiliki pula makna historis, karena
(1) mengungkapkan rasa suka dan duka, (2)
memberikan nuansa lokal dan lingkungan tertentu, (3) seringkali pula
mengungkapkan nilai-nilai moral masyarakat sekitar, serta mampu merefleksikan
suasana kultural dan jiwa sezaman (zeitgeist)-nya.
Sumber sejarah jenis ini sangat bermanfaat guna mengutuhkan sejarah kemanusiaan
(human history). Sejarah perjuangan
bangsa kita memiliki khasanah sumber sejarah jenis ini yang sangat kaya.
Sebagai
suatu bagian dari perbendaharaan budaya suatu masyarakat atau komunitas, maka
tradisi kesejarahan itu baik sumber lisan maupun sumber tertulis dengan
sendirinya tidak bisa lepas dari ciri-ciri budaya masyarakat pendukungnya.
Demikian juga halnya dengan historiografi tradisional. Walaupun pada awalnya
sumber sejarah ini sempat diragukan kebenarannya karena fakta-fakta sejarah
yang ada biasanya membias bersama dengan kepercayaan masyarakat setempat, namun
pemakaian sumber ini bukanlah menjadi persoalan sepanjang para peneliti dapat
melakukan metode kritik yang baik dalam menyeleksinya.
Secara
garis besar, tradisi lisan dan historiografi tradisional memiliki sifat dan
karakter yang hampir sama. Perbedaan utama kedua jenis sumber sejarah ini hanya
terletak pada bentuk sumbernya saja yakni tertulis dan lisan. Satu hal yang
pasti, usia tradisi lisan tentu jauh lebih tua dibanding historigrafi
tradisional. Historiografi tradisional muncul setelah masyarakat mengenal
tulisan. Namun, hasil tulisan masyarakat di masa ini masih jauh dari metode
normatif tata tulis baku bahasa. Sumber ini berbentuk tulisan-tulisan seadanya
dan sangat mewakili kondisi dan sifat masyarakat di zamannya.
Menurut
C.C. Berg, karakteristik historiografi tradisional antara lain:
Ø Adanya kepercayaan tentang
kekuatan sakti yang menjadi pangkal dari berbagai peristiwa alam, termasuk yang
menyangkut kehidupan manusia.
Ø Dalam menjelaskan
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia, penulis sumber tradisional ini
juga banyak dipengaruhi oleh adanya kepercayaan akan klasifikasi magis yang
mempengaruhi segala sesuatu yang ada di alam ini, baik itu makhluk hidup maupun
benda-benda mati, baik bagi pengertian-pengertian yang dibentuk dalam akal
manusia maupun bagi sifat-sifat yang terdapat dalam materi.
Ø Adanya kepercayaan tentang
perbuatan magis atau sihir yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu. Sebuah contoh
yang terkenal dari sejarah klasik indonesia ialah tentang tokoh Mpu Bharada
dari daerah Wurare. Kehebatan sihirnya digambarkan dalam perjalanannya ke Bali
hanya dengan menumpang sehelai daun kluih, serta pembagian kerajaan menjadi dua
atas perintah raja Airlangga yang ia penuhi hanya dengan menggunakan sekendil
air untuk memisahkannya.
Walaupun
sedikit meragukan untuk dijadikan sumber sejarah, namun penggunaan historiografi
tradisional juga memiliki arti penting yang sama pentingnya dengan tradisi
lisan. Hanya saja menurut Soewito Santoso, para peneliti harus memiliki
pengetahuan serta ketrampilan yang memadai dalam memetik isinya, karena ini
menyangkut pengetahuan tentang latar belakang budaya serta bahasa yang
digunakan dalam historiografi tradisional (Widja, 1991: 74-76).