Ø URAIAN MATERI DAN CONTOH
A.
Definisi dan Hakekat Logika
Secara etimologis, kata/istilah
logika berasal dari kata/istilah “logos”
dalam bahasa Yunani yang artinya: “kata atau pikiran yang benar”.
Mengenai definisinya, terdapat
banyak sekali pendapat. Berikut ini disajikan pendapat beberapa ahli tentang
definisi logika.
Menurut Harold H. Titus (1984) logika
adalah ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab
mengenai kesimpulan. Sementara menurut Louis Kattsoff (1986), logika adalah
suatu ilmu tentang penarikan kesimpulan
yang benar.
Hasbullah Bakry (1981)
mendefinisikan logika sebagai berikut :
·lmu pengetahuan yang mengatur penitian hukum-hukum akal manusia sehingga
menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran;
· ilmu pengetahuan yang mempelajari aturan-aturan dan cara-cara berpikir yang
dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran;
· ilmu pengetahuan yang mempelajari pekerjaan akal dipandang dari jurusan benar
atau salah. Lalu,
apakah hakekat logika itu ?
Logika
ialah ilmu pengetahuan yang secara khusus
mempelajari teknik-teknik atau cara-cara memperoleh kesimpulan (Kaelan,
2008). Substansi dari logika adalah soal
“pemikiran”, “penyimpulan”, atau “inferensi” (dalam bahasa Inggris
disebut “inference”) (Poespoprodjo,
1985).
B.
Kedudukan Logika dalam Sistematik Filsafat
Filsafat
timbul karena adanya persoalan-persoalan yang dihadapi manusia.
Persoalan-persoalan tersebut kemudian diupayakan pemecahannya oleh para filsuf.
Oleh karena pemikiran dan problema yang dihadapi oleh manusia terus berkembang
dari waktu ke waktu, maka muncullah berbagai cabang atau bagian filsafat.
Cabang-cabang
filsafat yang pokok ada 6 (enam) yaitu :
1. Metafisika
(berkaitan dengan persoalan tentang hakekat yang ada/segala sesuatu yang ada);
2. Epistemologi
(berkaitan dengan persoalan hakekat pengetahuan);
3. Metodologi (berkaitan
dengan persoalan hakekat metode ilmiah);
4. Logika;
5. Etika (berkaitan dengan
persoalan moralitas);
6. Estetika
(berkaitan dengan persoalan keindahan (Kaelan, 2008).
C.
Klasifikasi Logika
Logika dapat diklasifikasi
(dikelompokkan) berdasarkan beberapa aspek atau sudut pandang. Diantaranya
ialah berdasarkan: (i) sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, dan (ii)
sejarah perkembangan.
1. Klasifikasi Logika Berdasarkan Sumber
Dilihat
berdasarkan sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, logika dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: (i) Logika
Naturalis, dan (ii) Logika
Artifisialis.
Logika naturalis, atau ada juga yang
menyebut Logika Alamiah, ialah
logika atau berpikir berdasar kodrat dan fitrah manusia sebagai homo sapiens.. Sebagai homo sapiens, manusia dapat berpikir.
Dengan kata lain, sekalipun belum
mengenal dan mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, manusia
diyakini telah dapat berpikir secara teratur berdasarkan akal sehat yang
dimilikinya.
Berpikir
berdasarkan akal sehat an sich semacam
itu memang dapat membantu manusia terutama
dalam soal-soal keseharian yang bersifat sederhana. Misalnya: berpikir bahwa
antara matahari dan manusia adalah berbeda; laki-laki dan perempuan adalah
berbeda, dan lain-lain. Tetapi bila kemudian manusia dihadapkan pada
masalah-masalah yang sulit dan kompleks, maka logika alamiah dengan hukum-hukum
akal sehatnya itu menjadi tidak dapat diandalkan lagi.
Logika artifisialis (ada juga yang
menyebut Logika Ilmiah atau Logika Sientifika) adalah logika hasil
perumusan ilmiah, atau logika sebagai ilmu pengetahuan. Logika artifisialis ini
muncul dan berkembang oleh karena adanya tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat
menjawab persoalan-persoalan yang rumit dan kompleks. Misalnya: ada dua
berita/informasi yang substansinya satu sama lain sebenarnya bertentangan
secara mutlak akan tetapi keduanya menganggap sama-sama benar. Mungkinkan dua
berita/informasi yang secara substantif bertentangan itu benar semua ?
Berbeda halnya dengan logika
naturalis/alamiah yang didapat manusia secara kodrati, logika
artifisialis/ilmiah ini justru harus diperoleh dengan jalan mempelajari dan
menguasai hukum-hukum berpikir sebagai mestinya, kemudian dengan menerapkan
hukum-hukum berpikir tersebut secara terus-menerus agar setiap bentuk
kekeliruan dalam berpikir dapat dihindari.
Logika
artifisialis lebih lanjut dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu: (i) Logika Material dan (ii) Logika Formal.
Logika material (disebut juga Logika Mayor) adalah logika yang
mempelajari sumber dan asalnya pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan,
serta metode-metode perolehan pengetahuan. Logika Material ini merupakan sumber
dan basis bagi tumbuhnya cabang filsafat yang dinamakan Epistemologi.
Logika
formal (disebut juga Logika Minor)
ialah logika yang mempelajari asas-asas, aturan-aturan atau hukum-hukum
berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai
kebenaran. Logika formal inilah yang merupakan fokus dan substansi dari cabang
filsafat yang dinamakan Logika.
2. Klasifikasi Logika Berdasarkan Sejarah
Perkembangannya
Dilihat
berdasarkan sejarah perkembangannya, logika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
(i) Logika Klasik, dan (ii) Logika Moderen.
Logika klasik merupakan jenis logika
yang dulu diciptakan oleh Aristoteles (384-322 SM), salah seorang filsuf besar
yang hidup di jaman Yunani Kuna. Dia adalah orang pertama yang melakukan
pemikiran sistematis tentang logika. Karena alasan itulah, logika ciptaannya
itu disebut juga “logika Aristoteles” atau “logika tradisional”.
Aristoteles sendiri sebenarnya tidak
pernah menggunakan istilah logika, melainkan istilah “analitika” dan
“dialektika”. “Analitika” diartikan sebagai penyelidikan terhadap
argumen-argumen yang bertolak dari keputusan-keputusan yang benar; sedangkan
“dialektika” dimaksudkan sebagai penyelidikan terhadap argumen-argumen yang
bertolak dari keputusan-keputusan yang masih diragukan kebenarannya.
Bagi Aristoteles, logika bukanlah
suatu ilmu diantara ilmu-ilmu lain. Hal ini tampak jelas dalam “Organon”
– yang berarti “alat” – yaitu judul yang ia berikan kepada kumpulan karangannya
tentang logika. Menurutnya, logika hanyalah alat untuk mempraktekkan ilmu
pengetahuan. Dengan kata lain, baginya, logika adalah persiapan yang mendahului
ilmu-ilmu.
Baru kemudian pada permulaan abad
III M., Alexander Aphrodisias mulai menggunakan istilah logika dengan arti
seperti yang dikenal sekarang (Bertens, 1979).
Sampai pertengahan abad XIX M.,
pembicaraan mengenai logika tetap tidak bergeser dari apa yang sudah ditetapkan
Aristoteles dalam logika klasik dan tidak mengalami perubahan sedikitpun.
Suatu perkembangan baru dalam logika
mulai tampak ketika beberapa ahli matematika Inggris, seperti A. De Morgan
(1806-1871) dan George Boole (1815-1864), mencoba menerapkan prinsip matematika
ke dalam logika klasik. Dengan menggunakan lambang-lambang non-bahasa atau
lambang-lambang matematis, mereka berhasil merintis lahirnya suatu jenis logika
lain, yakni logika moderen, yang disebut juga “logika simbolis” atau “logika
matematis”. Sejak pertengahan abad XIX M., logika moderen ini secara tegas
dibedakan dari logika klasik.