Ø URAIAN MATERI DAN CONTOH
Sebagaimana telah dikemukakan dalam
modul 1, filsafat hanyalah satu di antara sejumlah bentuk pengetahuan. Di luar
filsafat, ada pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah (ilmu atau ilmu
pengetahuan), serta pengetahuan teologis.
Sebagai suatu bentuk pengetahuan,
filsafat memiliki sejumlah kharakteristik, ciri khas, yang dengan itu
membedakan filsafat dari bentuk-bentuk pengetahuan yang lain. Kharakteristik
filsafat dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Kritis
Suatu
kegiatan berpikir secara kefilsafatan senantiasa bersifat kritis yaitu
senantiasa mempertanyakan segala sesuatu.
Dalam masalah ini, pertanyaan yang sangat fundamental dari filsafat
adalah “apa”, yang konsekuensinya kemudian harus dicari penyelesaiannya
(jawabannya) sampai pada intinya yang terdalam.
Kegiatan
para filsuf sepanjang sejarah senantiasa diawali dengan sikap kritisnya.
Misalnya, filsuf-filsuf pertama Yunani sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan,
mempertanyakan tentang “apa asas yang pertama itu?” Thales berpendapat: air.
Anaximandors berpendapat bahwa asas itu ialah “yang tak terbatas” (apeiron).
Anaximenes menjawab: “udara” (Bertens, 1989).
2.
Bebas
Sifat lain dari berpikir secara
kefilsafatan adalah berpikir secara bebas untuk sampai pada hakekat yang
terdalam dan universal. Oleh karena itu ciri kreativitas senantiasa ada dalam
cara berpikir kefilsafatan. Sokrates misalnya, memilih minum racun daripada
kebebasan berpikirnya ditiadakan.
3. Comprehensive
Pemikiran kefilsafatan harus
bersifat komprehensif, artinya harus menyeluruh, tidak ada sesuatupun yang di
luar jangkauannya (Kattsoff, 1986). Misalnya, pemikiran kefilsafatan tentang
manusia, bukanlah sekedar konsepsi tentang manusia tertentu atau bangsa
tertentu, melainkan manusia secara umum atau keseluruhan manusia.
Sifat komprehensif (menyeluruh) dari
pemikiran kefilsafatan ini juga berkaitan dengan segi-segi tinjauan dan
pembahasannya. Misalnya, obyek pembahasan tentang manusia, jika hanya ditinjau
dari aspek fisiknya saja atau aspek kejiwaannya saja, tinjauan semacam itu
tidak dapat dikategorikan sebagai tinjauan yang bersifat komprehensif.
Pemikiran kefilsafatan yang bersifat
komprehensif pada dasarnya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari
hal-hal yang sifatnya khusus, individual dan konkrit. Oleh karena itu,
pemikiran kefilsafatan melampaui pengalaman hidup manusia sehari-hari yang
sifatnya empiris, kuantitatif dan terbatas.
4.
Radical
Suatu ciri sangat menonjol dalam
berpikir secara kefilsafatan adalah bersifat mendalam, yaitu tidak hanya sampai
pada fakta-fakta yang sifatnya yang sangat khusus dan empiris belaka, namun
sampai kepada intinya yang terdalam, yakni substansinya yang bersifat
universal. Sifat yang demikian ini disebut juga berpikir secara radikal, yang
berarti ke “radix”-nya, sampai
akarnya, esensi atau hakekatnya, sesuatu gejala yang hendak dipermasalahkan.
Dengan jalan penjajagan yang
bersifat radikal demikian, berpikir secara kefilsafatan bermaksud untuk sampai
pada kesimpulan-kesimpulan yang terdalam dan bersifat universal (Fuad Hasan,
1976). Hal inilah yang membedakan filsafat sebagai suatu bentuk pengetahuan
dibandingkan dengan dengan bentuk-bentuk pengetahuan yang lain.
5.
Speculative
Berpikir secara kefilsafatan pada
dasarnya merupakan kegiatan akal-budi dan mental manusia yang bermaksud untuk
mengajukan perekaan yaitu pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional)
serta melampaui batas-batas fakta. Tujuan dari perekaan semacam itu adalah
menyatupadukan semua pengetahuan, pemikiran dan pengalaman manusia menjadi
suatu pandangan yang komprehensif melalui kemampuan imaginasi, sintesis dan
refleksi.
Dengan
berpikir secara kefilsafatan demikian itulah diharapkan akan diperoleh
kesimpulan umum-kesimpulan umum mengenai sifat dasar alam semesta, serta
kedudukan dan prospek manusia di dalamnya.
6.
Universal
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, bahwa pemikiran kefilsafatan adalah suatu pemikiran
yang berusaha menyusun suatu bagan yang bersifat konsepsional, rasional dan
komprehensif. Karena cirinya yang demikian ini, maka pada hakekatnya setiap
pemikiran kefilsafatan senantiasa bersifat universal. Sifat universal berarti
sampai pada suatu kesimpulan yang bersifat umum bagi seluruh umat manusia
dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun.
Pemikiran
kefilsafatan berusaha menemukan kenyataan kebenaran dengan berusaha untuk
sampai pada suatu kesimpulan-kesimpulan yang bersifat universal. Memang harus
diakui bahwa untuk sampai pada kesimpulan yang bersifat universal, para filosof
memiliki metodenya sendiri-sendiri. Namun demikian, kesemuanya memiliki
kesamaan tentang apa yang ingin dicapainya yakni kenyataan yang bersifat
universal yang disimpulkan dari hal-hal atau fakta-fakta yang bersifat khusus
(Fuad Hasan, 1976). Dalam pengertian seperti inilah maka filsafat sering
disebut sebagai pandangan dunia (weltanschauung),
karena memberikan kejelasan yang bersifat universal yaitu tentang dunia dan
semua hal yang ada di dalamnya. Misalnya, Democritus (460 – 270 SM), memberikan
pandangannya yang bersifat universal tentang atom, yang kemudian dikenal dengan
“atomisme” (lihat: Kattsoff, 1986).
7.
Dis-interestedness
8.
Organized Scepticism.