Ø URAIAN MATERI DAN CONTOH
Di
antara kegiatan-kegiatan akal pikiran (intelek)
manusia, keputusan merupakan kegiatan yang terpenting. Sebab, didalam keputusanlah,
akal-pikiran manusia mencapai kesempurnaan pengetahuan. Kalau di dalam konsep
hanya sekedar bersangkut-paut dengan persoalan menangkap benda atau obyek, maka
di dalam keputusan ditegaskan pernyataan (statement)
tentang keberadaan benda-banda atau obyek tersebut.
Contoh
perbedaan konsep dan keputusan adalah sebagai berikut :
- Pohon (Konsep)
- Itu
pohon nyiur (Keputusan)
Keputusan
lazim pula disebut “proposisi”. Kata
atau istilah proposisi berasal dari kata “propositio”
dalam bahasa Latin, yang artinya: suatu
pernyataan yang menolak atau membenarkan
suatu perkara. Itulah sebabnya Hasbullah Bakry (1981) mendefinisikan keputusan
sebagai pernyataan yang diucapkan atau dituliskan dalam susunan kata-kata yang teratur, yakni
dalam susunan kalimat yang lengkap
dengan subyek dan predikatnya, baik yang bersifat membenarkan ataupun yang
bersifat mengingkari, menolak, atau meniadakan.
Sedangkan menurut Sofian Effendi, proposisi (keputusan) ialah pernyataan tentang sifat dari realitas (objek), yang Iazimnya berupa hubungan
antara dua konsep atau lebih.
A.
Klasifikasi Keputusan
Dalam
logika dikenal adanya bermacam-macam
keputusan. Masing-masing keputusan itu dapat dibedakan atas dasar klasifikasi
sebagai berikut:
1. Klasifikasi Keputusan atas dasar
Bahannya
Diklasifikasikan
atas dasar bahannya, maka keputusan, dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (i) Keputusan
Analitik dan (ii) Keputusan Sintetik.
Keputusan
analitik ialah keputusan yang predikatnya
merupakan keharusan bagi subyeknya.
Contoh : Nana
(S) adalah manusia (P).
Keputusan
sintetik ialah keputusan yang predikatnya
bukan merupakan keharusan bagi subyek.
Contoh : Nana
(S) gemuk (P).
Dalam
contoh ini, predikat (“gemuk”) bukan merupakan keharusan bagi subyek (“Nana”);
artinya: Nana boleh gemuk, boleh juga kurus.
2. Klasifikasi atas dasar Kuantitasnya
Diklasifikasikan
atas dasar kuantitasnya, maka Keputusan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : (i)
Keputusan Universal,
(ii) Keputusan Partikular
dan (iii) Keputusan Singular.
Keputusan
universal ialah keputusan yang mencakup
semua lingkungan subyek.
Contoh : Semua manusia akan mati.
Lazimnya, kalimat-kalimat keputusan universal dinyatakan dengan
kata-kata: “semua”, “segala”, “seluruh”.
Keputusan
partikular ialah keputusan yang mencakup
sebagian lingkungan subyek.
Contoh: Beberapa mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember berasal dari luar kota Jember.
Keputusan
singular ialah keputusan yang subyeknya
hanya mengenai satu orang atau satu benda.
Contoh: Nana adalah
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember.
3. Klasifikasi atas dasar Kualitasnya
Diklasifikasikan
atas dasar kualitasnya, keputusan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (i) Keputusan Affirmatif
dan (ii) Keputusan Negatif.
Keputusan
affirmatif ialah keputusan yang bersifat
menetapkan atau mengakui.
Contoh :
·
Itu
pohon nyiur
·
Sebagian
besar mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember berprestasi akademik baik.
4. Klasifikasi
atas dasar Hubungan dalam Kalimat Keputusan
Diklasifikasi
atas dasar hubungan dalam kalimat keputusan, keputusan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: (i) Keputusan Ketegoris dan (ii) Keputusan Hipotetis.
a. Keputusan
Kategoris (Categorical)
Keputusan
kategoris ialah keputusan yang
menerangkan identitas atau kebedaan dua konsep.
Dalam
keputusan kategotis terkandung tiga buah unsur, yaitu: (a) Subyek
= hal yang diterangkan, (b) Predikat
= hal yang menerangkan, dan (c) hal yang megungkapkan hubungan antara subyek
dan predikat. Unsur pertama (a) dan kedua (b) disebut “materi keputusan”; unsur
yang ketiga, disebut “pemberi bentuk”
(dalam bahasa asing disebut “copula” yang artinya: hal yang menghubungkan).
Keputusan
kategoris dapat dibedakan lagi menjadi empat macarn yaitu sebagai berikut:
(1) Keputusan Bersahaja
Adalah
keputusan yang subyek dan predikatnya berupa istilah-istilah (terms) bersahaja, atau subyek dan
predikatnya masing-masing hanya terdiri dari satu kata.
Contoh:
Nana adalah anakku.
(2) Keputusan Kompleks
Ialah
keputusan yang subyek dan predikatnya atau kedua-duanya berupa istilah-istilah
kompleks.
Keputusan
kompleks lebih lanjut dapat dibedakan lagi menjadi dua macam keputusan, yaitu:
(a) Keputusan Restriktif
Ialah
keputusan yang subyeknya berupa istilah-istilah umum tetapi terbatas pada
bagian tertentu dari lingkungannya (ekstensinya). Contoh: Buku yang saya berikan kepadamu adalah kumpulan
sajak.
(b) Keputusan Eksplikatif
Ialah
keputusan yang subyeknya berupa sebuah istilah umum dan ditegaskan dengan
penjelasan.
Contoh: Manusia
makhluk fana, tidak akan luput dari
kekhilafan.
(3) Keputusan Majemuk
Ialah
keputusan yang memuat berbagai subyek atau berbagai predikat.
Keputusan
majemuk dapat dibedakan lagi menjadi lima macam keputusan, yaitu:
(a) Keputusan Kopulatif
Ialah
keputusan yang didalamnya terdapat sejumlah subyek dan predikat
yang dihubungkan oleh kata-kata: “dan”,
“baik”, atau “tidak”.
Contoh :
·
Joko
dan Yuli pergi;
·
Baik
Joko dan Yuli bukanlah Sarjana Pendidikan.
(b)
Keputusan Adsertif
Ialah
keputusan yang sejumlah subyek atau
predikatnya dihubungkan oleh kata “tetapi”.
Contoh: Si A
adalah seorang politikus yang ulung, tetapi ia bukan negarawan.
(c) Keputusan Eksklusif
Ialah
keputusan yang subyek atau
predikatnya diterangkan oleh kata “hanya”,
“saja” , dan lain-lain.
Contoh: MPR
sajalah yang berhak mengubah haluan negara.
(d)
Keputusan Ekseptif
Ialah
keputusan yang subyeknya diterangkan
oleh kata “kecuali”, “dengan perkecualian”, dan lain-lain.
Contoh : Semua
hewan kecuali manusia adalah irasional.
(e)
Keputusan Komperatif
Ialah
keputusan yang predikatnya dibenarkan dan/atau disangkal, terdapat dalam :
a. Satu
subyek dalam taraf yang lebih besar atau lebih kecil dari lainnya.
Contoh
: Plato lebih bijaksana daripada
Alcibiades.
b. Kedua
subyek dalam taraf yang sama.
Contoh
: Plato sama bijaksananya dengan Socrates.
(4)
Keputusan Modal
Ialah
keputusan yang dengan jelsa mengungkapkan macam identitas atau kebendaan yang
terdapat antara subyek dan predikat.
Terdapat
empat macam modalitas untuk dapat mengungkapkan identitas kebendaan yang
terdapat antara subjek dan predikat, yaitu :
(a)
Modalitas Niscaya
Contoh : Tuhan niscaya adil.
(b)
Modalitas Tidak Tentu
Contoh
: Adanya
manusia tidak tentu (artinya: adanya manusia tidak harus).
(c) Modalitas Mungkin
Contoh : Mungkin juga ia akan gugur dalam ujian kali ini.
(d) Modalitas Tidak Mungkin
Contoh : Tidak mungkin air mengalir
kepuncak gunung.
b. Keputusan Hipotetis (Hypothetical)
Keputusan
hipotetis ialah keputusan yang antara
bagian-bagian dalam kalimat suatu keputusan terdapat hubungan tergantung
(depensi), berlawanan (oposisi), kesamaan dan lain-lain.
Keputusan
hipotetis dapat dibedakan lagi menjadi empat macam keputusan, yaitu :
(1)
Keputusan Kondisional
Ialah
keputusan yang dua bagian dalam kalimat keputusan itu dihubungkan oleh kata
“jika”, “apabila”, “jika tidak” dan lain-lain.
Contoh : Jika
suhu badannya tidak turun, ia akan mati.
Bagian
dalam kalimat keputusan yang diawali dengan kata “jika” disebut antecedent,
sedang bagian lainnya disebut consequent. Itulah sebabnya
keputusan kondisional dapat pula diartikan sebagai keputusan yang menerangkan
ketegantungan (dependensi) consequent
pada antecedent.
(2)
Keputusan Disjungtif
Ialah
keputusan yang subjek dan predikatnya terdiri dari bagian-bagian yang saling
menyisihkan atau meniadakan oleh karena tidak mungkin sama-sama benar atau
sama-sama palsu pada saat yang bersamaan. Perhatikan contoh di bawah ini :
·
Saya
atau saudara yang salah;
·
Dunia
tidak bergerak atau bergerak.
(3)
Keputusan Konjuntif
Ialah
keputusan yang menyangkal bahwa dua prediksi secara bersamaan dapat benar diterapkan/
dipasangkan pada satu subbjek dalam waktu bersamaan.
Contoh : Anda
tidak dapat menjadi pemain dan penonton sekaligus.
(4)
Keputusan Relatif
Ialah
keputusan yang dua bagian dalam kalimat keputusan itu dihubungkan oleh
kata-kata: “dimana…, disitu”, “sebagaimana…, demikian”, dan
lain-lain.
Contoh :
·
Dimana
hartamu, disitu pulalah hatimu (jiwamu);
·
Sebagaimana
hidup kita, demikian juga nanti meninggal kita.
Dari
sekian banyak macam atau jenis keputusan, ada semacam kelaziman dalam logika
bahwa orang lebih mementingkan klasifikasi keputusan atas dasar kuantitas dan
kualitasnya. Jika klasifikasi keputusan atas dasar kuantitas dan kualitas
tersebut digabungkan atau dicampurkan (dengan catatan keputusan singular
dianggap sama atau disatukan dengan keputusan partikular) maka akan muncul empat
macam keputusan baru, yaitu :
1. Keputusan Universal Affirmatif (disingkat
dengan kode A, yaitu diambil dar huruf pertama kata latin: Affirmo).
Contoh : Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin.
2. Keputusan Universal Negatif (disingkat
dengan kode E, yakni diambil dari huruf kedua kata latin: nEgo).
Contoh : Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin.
3. Keputusan Partikular Affirmatif (disingkat
dengan kode I, yakni diambil dari huruf ke empat kata latin: AffIrmo).
Contoh : Beberapa
mahsiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin.
4. Keputusan Partikular Negatif (disingkat
dengan kode O, yakni diambil dari huruf ke empat kata latin: negO).
Contoh : Beberapa
mahsiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin.
B.
Pertentangan-Pertentangan dalam Keputusan
Pertentangan
(opposition)
dalam keputusan terjadi apabila ada dua keputusan menerangkan isi yang tidak
sama oleh karena adanya perbedaan diantara dua keputusan itu dalam hal
kuantitasnya saja, atau dalam kuantitas dan kualitasnya secara keseluruhan.
Pertentangan dalam keputusan ada
empat macam, yaitu: (i) Kontradiktoris
(Contradiction),
(ii) Kontrair atau Kontraris, (iii) Subkontrair atau Subkontraris,
dan (iv) Subalternasi (Subalternation).
1. Pertentangan
Kontradiktoris
Ialah
pertentangan antara dua keputusan yang
berbeda baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas. Pertentangan
kontradiktoris ini terjadi:
(a)
antara A dan O, serta
(b)
antara E dan I.
Contoh
pertentangan antara A dan O :
·
Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin (A)
·
Sebagian
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin (O)
Contoh
pertentangan antara E dan I :
·
Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin (E)
·
Sebagian
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin (I)
Hukum
pertentangan kontradiktoris :
(a) Jika yang satu benar, maka yang lainnya
harus salah (palsu);
(b) Tidak mungkin keduanya salah (palsu);
(c) Tidak mungkin keduanya benar.
2. Pertentangan Kontrair atau Kontraris
Ialah
pertentangan antara dua keputusan
universal yang berbeda dalam kualitas. Pertentangan semacam ini terjadi
antara A dan E.
Contoh
:
·
Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin (A)
·
Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin (E)
Hukum
pertentangan Kontrair atau Kontraris :
(a) Jika yang satu benar, maka yang lainnya
harus salah;
(b) Jika yang satu salah, maka yang lainnya
mungkin salah atau mungkin benar;
(c) Keduanya tidak mungkin sama-sama benar,
tetapi mungkin sama-sama salah.
3. Pertentangan
Subkontrair atau Subkontraris
Ialah
pertentangan antara dua keputusan
partikular yang berbeda dalam kualitas. Pertentangan semacam ini terjadi
antara I dan O.
Contoh
:
·
Sebagian
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin (I)
·
Sebagian
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin (O)
Hukum
pertentangan Subkontrair atau Subkontraris :
(a) Jika yang satu benar, maka yang satu
tentu salah;
(b) Tidak mungkin keduanya sama-sama salah;
(c) Jika yang satu benar, maka yang lainnya
mungkin salah atau mungkin benar (ada kemungkinan keduanya sama-sama benar).
4. Pertentangan
Subalternasi
Ialah
pertentangan antara dua kepurtusan yang
berbeda hanya dalam kuantitas. Pertentangan semacam ini terjadi : (a) antara
A dan I, serta (b) antara E
dan O.
Contoh
pertentangan antara A dan I :
·
Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin (A)
·
Beberapa
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember rajin (I)
Contoh
Pertentangan antara E dan O :
·
Semua
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin (E)
·
Sebagian
mahasiswa FPIPS IKIP PGRI Jember tidak rajin (O)
Hukum
pertentangan Subalternasi :
(a) Mungkin keduanya sama-sama sala;.
(b) Mungkin keduanya sama-sama benar;
(c) Mungkin yang satu benar, yang lainnya
salah;
(d) Jadi, tidak ada keharusan salah atau
benar.
Jika
keempat macam pertentangan dalam keputusan tersebut diatas disimpulkan dalam
bentuk gambar, maka akan membentuk apa yang disebut “Persegi Oposisi”.
C.
Kebenaran dalam keputusan
Kebenaran
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (i) Kebenaran
Ontologis dan (ii) Kebenaran Logis.
Kebenaran
ontologis adalah kesesuaian suatu obyek
(realitas) dalam akal pikiran. Atau,
dengan kata lain, suatu obyek (realitas)
dikatakan benar secara ontologis apabila obyek (realitas) tersebut sesuai dengan ide asli, pengertian asli, atau
konsep asli dari obyek (realitas) itu
sendiri yang terdapat dalam akal pikiran. Misalnya, orang berkata : “Emas imitasi”; perkataan tersebut
mengandung pengertian bahwa ide asli, pengertian asli atau konsep asli “emas”
(yang terdapat dalam akal pikran) tidak terwujud atau tidak terealisasi pada
benda (obyek) yang dikatakan “emas
imitasi” tadi. Demikian juga bila orang berkata “uang palsu”, “gigi palsu”
dan lain-lain. Kebalikan dari kebenaran ontologis disebut “kepalsuan”.
Kebenaran
logis ialah kesuaian akal pikiran pada
obyek (realitas)-nya; atau, akal pikiran (pengetahuan atau keputusan) yang
sesuai dengan obyek (realitas). Menurut W. Poespoprodjo (1985), kebenaran
logis ini hanya terdapat dalam keputusan. Misalnya, aku berkata : ”Berlian ini adalah asli”; perkataanku
atau keputusanku tersebut dapat dipandang sebagai kebenaran logis apabila ia
(perkataan atau keputusanku tadi) memang sesuai atau cocok dengan realitas obyek
yang dituju (yaitu: berlian). Kebalikan dari kebenaran logis disebut “kesalahan”
(false).
Diluar
kebenaran ontologis dan kebenaran logis, dikenal pula apa yang disebut sebagai “kebenaran moral”. Yang dimaksud dengan
kebenaran moral disini ialah kesesuaian
ucapan seseorang dengan pikirannya. Kebalikan dari kebenaran moral disebut “kebohongan”
(fallacy).